Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, pada tanggal 14 Juni 2017 anak kedua kami, Kynan Senna Widyanto, lahir ke dunia. Kalau kepada saya ditanyakan, "Hal apa yg disyukuri dari kelahiran anak kedua?", saya akan menjawab, "Saya bersyukur karena Tuhan mewujudkan apa yg menjadi doa dan keinginan kami."
Yg pertama, menjadi keinginan Angga untuk memiliki 2 anak pada usianya yg ke-30. Keinginan ini sejalan juga dengan saya yg menginginkan jarak usia antara anak pertama dengan kedua adalah 4 tahun.
Kenapa 4 tahun? Karena saya beranggapan 4 tahun adalah waktu yg cukup bagi kami untuk mencurahkan semua perhatian dan kasih sayang kami kepada anak pertama kami, Sigi. Tanpa terganggu keberadaan seorang adik, Sigi mendapatkan sepenuhnya "kehadiran" kami sebagai orang tuanya. Bukan sekedar kehadiran secara fisik, tetapi jauh lebih penting peranan orang tua dalam pembangunan karakter dan penanaman nilai-nilai iman dalam diri anak. Apabila saya sebagai orang tua lalai dalam menjalankan peran ini, pihak lain yg akan menggantikannya. Saya rasa, itu yg menjadi salah satu problem terbesar dalam keluarga di zaman ini dimana orang tua tidak sepenuhnya "hadir" bagi anak mereka. Akibatnya anak mencari perhatian dan kasih sayang kepada pihak lain yg tidak seharusnya, bisa jadi pihak itu baik namun tidak jarang juga buruk dan berbahaya. Saya meyakini bahwa orang tua tidak akan pernah bisa mengganti waktu kebersamaan yg hilang di masa kanak-kanak anak kita karena masa itu tidak akan pernah bisa kembali dan yg akan tersisa hanya penyesalan.
Selain itu, saya merasa seorang kakak yg sudah cukup mandiri dan dewasa utk berbagi kasih sayang, akan berpengaruh baik bagi sang adik. Salah satu permasalahan yg saya sering temui dari para orang tua yg memiliki jarak usia anak yg terlalu dekat adalah sang kakak merasa "tersaingi" oleh sang adik. Sang kakak tidak siap berbagi kasih sayang orang tuanya dengan adik kecilnya yg butuh perhatian sangat besar. Akan lebih diperparah apabila orang tuanya tidak menyadari kondisi ini dan seolah mengabaikan sang kakak karena merasa sang adik lebih perlu mendapat perhatian.
Kami sebisa mungkin menghindari hal tersebut terjadi dalam keluarga kami. Sejak awal kehamilan, Sigi kami persiapkan sedemikian rupa sehingga dia siap menerima kehadiran Senna. Sejak Senna masih dalam.kandungan, kami sudah meminta Sigi untuk selalu mendoakan adik dan bundanya. Setiap check up kehamilan, Sigi dan saya selalu melihat monitor USG dan memperhatikan pertumbuhan Senna setiap bulannya. Sejak Senna dalam perut, Sigi terbiasa mengajak ngobrol dan menggoda adiknya. Dan harus saya akui, saya kalah jauh dari Sigi dalam hal berkomunikasi dengan Senna saat Senna masih di perut.
Sigi lahir waktu usia kami 26 tahun. Jadi rasanya pas sekali kalau anak kedua lahir saat usia kami 30 tahun. Dan Tuhan rupanya setuju. Senna lahir di awal usia kami yg ke-30.
Yang kedua, Angga bisa melahirkan dengan normal tanpa operasi caesar. Keinginan Angga utk bisa melahirkan secara normal memang sangat kuat. Dan saya terkadang merasa bersalah karena seringkali pesimis dengan apa yg menjadi keinginannya. Pikiran saya sederhana saja, berdasarkan cerita pengalaman orang yg pernah operasi caesar, kelahiran berikutnya biasanya akan caesar lagi. Makanya saya tidak ingin Angga terlalu berharap dan nanti akhirnya harus kecewa. Tapi Angga tetap berusaha keras agar kehamilannya sehat dan akhirnya bisa bersalin normal. Dan rupanya Tuhan setuju Angga mengalami sakitnya persalinan normal. Hehe..
Yang ketiga, Tuhan memberikan kami kesempatan untuk ikut dalam asuransi yg men-cover biaya persalinan dan check up kandungan dengan premi yg murah. Kalau mengingat biaya persalinan Sigi yg membuat kami harus menguras tabungan, menjual barang, dan berhutang, asuransi ini menjadi jawaban doa dari Tuhan bagaimana kami akhirnya bisa membayar biaya persalinan Senna di tengah banyaknya pos pengeluaran yang harus kami tanggung, antara lain biaya kontrakan rumah dan sekolah Sigi. Memang benar, setiap anak akan punya berkatnya sendiri.
Yang keempat, saya menginginkan anak kedua berjenis kelamin perempuan jadi anak kami pas sepasang. Tuhan pun rupanya setuju. Sekarang sudah lengkap sepasang dan saya pikir sudah cukuplah dua saja. Angga pun berpikiran sama, walaupun mungkin alasannya karena kapok sakit bersalin. Hehe..
Kalau mau diceritakan kronologis proses persalinan Senna, Angga mulai merasakan kontraksi sejak hari Rabu tanggal 13 Juni 2017 sekitar pk 08.00. Jam 12 siang waktu saya masih di kantor, Angga telepon saya dan bilang kalau kontraksi sudah mulai sering dan sudah mulai keluar flek. Langsung saya ijin pulang dan kami semua buru-buru ke RS Hermina Kemayoran. Tiba di RS sekitar pk 15.30 dan langsung ditangani di ruang utk bersalin. Saya dan Sigi menunggu di luar. Karena Sigi tidak mungkin ikut menunggu kelahiran adiknya di rumah sakit, saya minta bala bantuan dari Papa dan Mama di Bandung. Dan saat itu juga mereka berangkat dari Bandung menuju Kelapa Gading. Angga meminta saya dan Sigi pulang dan menunggu kedatangan Papa Mama di rumah. Lalu saya dan Sigi pulang. Saya beres2 rumah, mempersiapkan barang2 utk dibawa ke RS dan menyiapkan makan malam utk kami. Papa Mama akhirnya sampai di Kelapa Gading sekitar pk 22.00. Sigi sudah tidur waktu itu dan sebelumnya saya sampaikan kalau nanti waktu Sigi bangun, Ayah dan Bunda sedang ada di Rumah Sakit dan Sigi nanti ditemenin sama Kakung Uti. Dia mengangguk setuju dan tidur dengan pulas.
Kemudian saya langsung menuju RS dan mendapati Angga masih bukaan 1. Saat itu sekitar pk 23.00. Perut Angga dipasangi alat pendeteksi detak jantung bayi. Angga terus mengalami kontraksi dan pada saat kontraksi itulah Angga merasakan sakit yg luar biasa. Tak terhitung berapa kali Angga berteriak kesakitan dan meneriakan "Tolong Tuhan Yesus" sepanjang malam itu. Padahal saya tahu bahwa Angga jauh lebih tahan dalam menghadapi rasa sakit daripada saya. Dalam hati saya khawatir dan terus berdoa jangan sampai terjadi apa2 dengan istri dan anak saya. Pikiran saya sudah mikir2 yg aneh2 aja. Sampai akhirnya pk 04.00 bukaan mulai bertambah. Dan ternyata bukaan berjalan begitu cepat. Ketika bukaan sudah cukup, dokter merobek ketuban dan meminta Angga untuk mengejan. Angga sudah berusaha ngeden dengan kuat tapi Senna belum keluar juga. Di saat itu, dokter sudah menyiapkan vacum andaikan Angga gak kuat ngeden dan bayi tidak bisa keluar lewat ngeden alami. Tapi bersyukur akhirnya kepala Senna keluar dan tidak berapa lama kemudian seluruh tubuhnya keluar sempurna. Senna kemudian langsung ditangani oleh dokter anak, tubuhnya dibersihkan dan diberikan imunisasi hepatitis. Dan Puji Tuhan, akhirnya pk 04.50, Senna lahir dengan selamat. Ini kali pertama saya melihat proses persalinan normal dari awal sampai akhir karena Sigi dulu lahir lewat operasi caesar. Setelah disuntik vaksin Hepatitis dan IMD sebentar, Senna kemudian dibersihkan dan Angga dipindahkan ke kamar rawat. Puji Tuhan Senna dan Angga dalam kondisi sehat. Senna langsung bisa menyusu dengan baik.
Mengapa kami memberikan nama Kynan Senna Widyanto kepada anak kedua kami? Tentunya tersemat doa dan harapan dalam nama tersebut.
Seperti halnya kami sematkan Krisna pada nama Sigi, Kynan merupakan gabungan dari kedua nama kami, Kristyanu dan Angga. Mengapa kami selalu menamai anak kami dengan gabungan nama kami? Karena mereka adalah buah cinta kami. Keberadaan mereka adalah karena Tuhan yang membuat kami berdua menjadi satu. Dan harapan kami adalah mereka selalu mengingat bahwa kami berdua sangat mengasihi mereka. Walau kami tidak bisa selamanya bersama mereka, biarlah setidaknya nama kami senantiasa melekat pada nama mereka. Jadi anakku, ingatlah bahwa Ayah dan Bunda sangat mencintaimu.
Senna, artinya adalah kilauan cahaya. Tentunya kami berharap Senna menjadi cahaya yang berkilau bagi kemuliaan nama Tuhan. Kami rindu Tuhan memakai Senna untuk menjadi berkat bagi bangsa dan dunia. Biarlah Tuhan yang memampukan kami menjadi orang tua yang sanggup mendidik dan membesarkan Senna agar cahayanya tidak redup namun berkilau terang dan menerangi dunia yang gelap.
Widyanto, tentu saja adalah nama belakang saya. Sebagai seorang Ayah, menjadi kebanggaan ketika tersemat nama belakangnya pada setiap nama anaknya. Dan menjadi tugas berat seorang ayah agar anaknya pun bangga ada nama Ayah pada namanya. Kiranya Tuhan yang menolong Ayah agar anak-anak bangga menyandang nama Ayah.
Kynan Senna Widyanto, anakku, jangan pernah lupakan perjuangan Bunda untukmu ya. Ayah menjadi saksi bahwa Bunda menjalani hal yang tidak mudah untuk melahirkanmu di dunia. Kasihilah Bunda sebagaimana Bunda mengasihimu dan taatilah senantiasa perintah Bunda karena apapun yang Bunda katakan, pastilah itu untuk kebaikanmu. Ayah pun tidak akan pernah bisa memberikan kasih yang lebih besar daripada yang telah diberikan oleh Bunda untukmu.
Kami sadar bahwa kami penuh kekurangan dan keterbatasan. Kami hanyalah orang tua yg tidak sempurna namun Tuhan dengan caraNya yang sempurna telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk mendidik anak-anakNya. Ayah dan Bunda hanyalah orang tuamu di dunia ini, tapi yang sesungguhnya memiliki keseluruhan hidupmu adalah Bapa di Sorga.
Ayah dan Bunda tidak tahu akan seperti apa hidupmu kelak. Sesulit apapun hidupmu kelak, ingatlah bahwa kamu memiliki Bapa di Sorga, Sang Penguasa Alam Semesta. Jangan pernah sekali-kali tinggalkan imanmu kepada Tuhan karena akan sia-sia saja doa dan harapan yang kami sematkan dalam namamu. Tiada lagi Senna, tak ada lagi kilauan cahaya, hanya ada kegelapan ketika kau tinggalkan Tuhan. Tak ada lagi artinya hidupmu di dunia ini anakku ketika kau hidup tanpa Tuhan.
Ingatlah Senna, Tuhan pasti punya rencana atas hidupmu. Tuhan sudah merancang hidupmu untuk mengerjakan sesuatu yg baik menurutNya. Terus gumulkan panggilan Tuhan untukmu dan teruslah setia mengerjakannya. Ingatlah, hanya sementara kita hidup di dunia. Oleh karena itu, hendaknya pikiranmu selalu tertuju pada apa yang kekal dan abadi.
Kecup dan peluk sayang selalu dari Ayah dan Bunda..
Yg pertama, menjadi keinginan Angga untuk memiliki 2 anak pada usianya yg ke-30. Keinginan ini sejalan juga dengan saya yg menginginkan jarak usia antara anak pertama dengan kedua adalah 4 tahun.
Kenapa 4 tahun? Karena saya beranggapan 4 tahun adalah waktu yg cukup bagi kami untuk mencurahkan semua perhatian dan kasih sayang kami kepada anak pertama kami, Sigi. Tanpa terganggu keberadaan seorang adik, Sigi mendapatkan sepenuhnya "kehadiran" kami sebagai orang tuanya. Bukan sekedar kehadiran secara fisik, tetapi jauh lebih penting peranan orang tua dalam pembangunan karakter dan penanaman nilai-nilai iman dalam diri anak. Apabila saya sebagai orang tua lalai dalam menjalankan peran ini, pihak lain yg akan menggantikannya. Saya rasa, itu yg menjadi salah satu problem terbesar dalam keluarga di zaman ini dimana orang tua tidak sepenuhnya "hadir" bagi anak mereka. Akibatnya anak mencari perhatian dan kasih sayang kepada pihak lain yg tidak seharusnya, bisa jadi pihak itu baik namun tidak jarang juga buruk dan berbahaya. Saya meyakini bahwa orang tua tidak akan pernah bisa mengganti waktu kebersamaan yg hilang di masa kanak-kanak anak kita karena masa itu tidak akan pernah bisa kembali dan yg akan tersisa hanya penyesalan.
Selain itu, saya merasa seorang kakak yg sudah cukup mandiri dan dewasa utk berbagi kasih sayang, akan berpengaruh baik bagi sang adik. Salah satu permasalahan yg saya sering temui dari para orang tua yg memiliki jarak usia anak yg terlalu dekat adalah sang kakak merasa "tersaingi" oleh sang adik. Sang kakak tidak siap berbagi kasih sayang orang tuanya dengan adik kecilnya yg butuh perhatian sangat besar. Akan lebih diperparah apabila orang tuanya tidak menyadari kondisi ini dan seolah mengabaikan sang kakak karena merasa sang adik lebih perlu mendapat perhatian.
Kami sebisa mungkin menghindari hal tersebut terjadi dalam keluarga kami. Sejak awal kehamilan, Sigi kami persiapkan sedemikian rupa sehingga dia siap menerima kehadiran Senna. Sejak Senna masih dalam.kandungan, kami sudah meminta Sigi untuk selalu mendoakan adik dan bundanya. Setiap check up kehamilan, Sigi dan saya selalu melihat monitor USG dan memperhatikan pertumbuhan Senna setiap bulannya. Sejak Senna dalam perut, Sigi terbiasa mengajak ngobrol dan menggoda adiknya. Dan harus saya akui, saya kalah jauh dari Sigi dalam hal berkomunikasi dengan Senna saat Senna masih di perut.
Sigi lahir waktu usia kami 26 tahun. Jadi rasanya pas sekali kalau anak kedua lahir saat usia kami 30 tahun. Dan Tuhan rupanya setuju. Senna lahir di awal usia kami yg ke-30.
Yang kedua, Angga bisa melahirkan dengan normal tanpa operasi caesar. Keinginan Angga utk bisa melahirkan secara normal memang sangat kuat. Dan saya terkadang merasa bersalah karena seringkali pesimis dengan apa yg menjadi keinginannya. Pikiran saya sederhana saja, berdasarkan cerita pengalaman orang yg pernah operasi caesar, kelahiran berikutnya biasanya akan caesar lagi. Makanya saya tidak ingin Angga terlalu berharap dan nanti akhirnya harus kecewa. Tapi Angga tetap berusaha keras agar kehamilannya sehat dan akhirnya bisa bersalin normal. Dan rupanya Tuhan setuju Angga mengalami sakitnya persalinan normal. Hehe..
Yang ketiga, Tuhan memberikan kami kesempatan untuk ikut dalam asuransi yg men-cover biaya persalinan dan check up kandungan dengan premi yg murah. Kalau mengingat biaya persalinan Sigi yg membuat kami harus menguras tabungan, menjual barang, dan berhutang, asuransi ini menjadi jawaban doa dari Tuhan bagaimana kami akhirnya bisa membayar biaya persalinan Senna di tengah banyaknya pos pengeluaran yang harus kami tanggung, antara lain biaya kontrakan rumah dan sekolah Sigi. Memang benar, setiap anak akan punya berkatnya sendiri.
Yang keempat, saya menginginkan anak kedua berjenis kelamin perempuan jadi anak kami pas sepasang. Tuhan pun rupanya setuju. Sekarang sudah lengkap sepasang dan saya pikir sudah cukuplah dua saja. Angga pun berpikiran sama, walaupun mungkin alasannya karena kapok sakit bersalin. Hehe..
Kalau mau diceritakan kronologis proses persalinan Senna, Angga mulai merasakan kontraksi sejak hari Rabu tanggal 13 Juni 2017 sekitar pk 08.00. Jam 12 siang waktu saya masih di kantor, Angga telepon saya dan bilang kalau kontraksi sudah mulai sering dan sudah mulai keluar flek. Langsung saya ijin pulang dan kami semua buru-buru ke RS Hermina Kemayoran. Tiba di RS sekitar pk 15.30 dan langsung ditangani di ruang utk bersalin. Saya dan Sigi menunggu di luar. Karena Sigi tidak mungkin ikut menunggu kelahiran adiknya di rumah sakit, saya minta bala bantuan dari Papa dan Mama di Bandung. Dan saat itu juga mereka berangkat dari Bandung menuju Kelapa Gading. Angga meminta saya dan Sigi pulang dan menunggu kedatangan Papa Mama di rumah. Lalu saya dan Sigi pulang. Saya beres2 rumah, mempersiapkan barang2 utk dibawa ke RS dan menyiapkan makan malam utk kami. Papa Mama akhirnya sampai di Kelapa Gading sekitar pk 22.00. Sigi sudah tidur waktu itu dan sebelumnya saya sampaikan kalau nanti waktu Sigi bangun, Ayah dan Bunda sedang ada di Rumah Sakit dan Sigi nanti ditemenin sama Kakung Uti. Dia mengangguk setuju dan tidur dengan pulas.
Kemudian saya langsung menuju RS dan mendapati Angga masih bukaan 1. Saat itu sekitar pk 23.00. Perut Angga dipasangi alat pendeteksi detak jantung bayi. Angga terus mengalami kontraksi dan pada saat kontraksi itulah Angga merasakan sakit yg luar biasa. Tak terhitung berapa kali Angga berteriak kesakitan dan meneriakan "Tolong Tuhan Yesus" sepanjang malam itu. Padahal saya tahu bahwa Angga jauh lebih tahan dalam menghadapi rasa sakit daripada saya. Dalam hati saya khawatir dan terus berdoa jangan sampai terjadi apa2 dengan istri dan anak saya. Pikiran saya sudah mikir2 yg aneh2 aja. Sampai akhirnya pk 04.00 bukaan mulai bertambah. Dan ternyata bukaan berjalan begitu cepat. Ketika bukaan sudah cukup, dokter merobek ketuban dan meminta Angga untuk mengejan. Angga sudah berusaha ngeden dengan kuat tapi Senna belum keluar juga. Di saat itu, dokter sudah menyiapkan vacum andaikan Angga gak kuat ngeden dan bayi tidak bisa keluar lewat ngeden alami. Tapi bersyukur akhirnya kepala Senna keluar dan tidak berapa lama kemudian seluruh tubuhnya keluar sempurna. Senna kemudian langsung ditangani oleh dokter anak, tubuhnya dibersihkan dan diberikan imunisasi hepatitis. Dan Puji Tuhan, akhirnya pk 04.50, Senna lahir dengan selamat. Ini kali pertama saya melihat proses persalinan normal dari awal sampai akhir karena Sigi dulu lahir lewat operasi caesar. Setelah disuntik vaksin Hepatitis dan IMD sebentar, Senna kemudian dibersihkan dan Angga dipindahkan ke kamar rawat. Puji Tuhan Senna dan Angga dalam kondisi sehat. Senna langsung bisa menyusu dengan baik.
Mengapa kami memberikan nama Kynan Senna Widyanto kepada anak kedua kami? Tentunya tersemat doa dan harapan dalam nama tersebut.
Seperti halnya kami sematkan Krisna pada nama Sigi, Kynan merupakan gabungan dari kedua nama kami, Kristyanu dan Angga. Mengapa kami selalu menamai anak kami dengan gabungan nama kami? Karena mereka adalah buah cinta kami. Keberadaan mereka adalah karena Tuhan yang membuat kami berdua menjadi satu. Dan harapan kami adalah mereka selalu mengingat bahwa kami berdua sangat mengasihi mereka. Walau kami tidak bisa selamanya bersama mereka, biarlah setidaknya nama kami senantiasa melekat pada nama mereka. Jadi anakku, ingatlah bahwa Ayah dan Bunda sangat mencintaimu.
Senna, artinya adalah kilauan cahaya. Tentunya kami berharap Senna menjadi cahaya yang berkilau bagi kemuliaan nama Tuhan. Kami rindu Tuhan memakai Senna untuk menjadi berkat bagi bangsa dan dunia. Biarlah Tuhan yang memampukan kami menjadi orang tua yang sanggup mendidik dan membesarkan Senna agar cahayanya tidak redup namun berkilau terang dan menerangi dunia yang gelap.
Widyanto, tentu saja adalah nama belakang saya. Sebagai seorang Ayah, menjadi kebanggaan ketika tersemat nama belakangnya pada setiap nama anaknya. Dan menjadi tugas berat seorang ayah agar anaknya pun bangga ada nama Ayah pada namanya. Kiranya Tuhan yang menolong Ayah agar anak-anak bangga menyandang nama Ayah.
Kynan Senna Widyanto, anakku, jangan pernah lupakan perjuangan Bunda untukmu ya. Ayah menjadi saksi bahwa Bunda menjalani hal yang tidak mudah untuk melahirkanmu di dunia. Kasihilah Bunda sebagaimana Bunda mengasihimu dan taatilah senantiasa perintah Bunda karena apapun yang Bunda katakan, pastilah itu untuk kebaikanmu. Ayah pun tidak akan pernah bisa memberikan kasih yang lebih besar daripada yang telah diberikan oleh Bunda untukmu.
Kami sadar bahwa kami penuh kekurangan dan keterbatasan. Kami hanyalah orang tua yg tidak sempurna namun Tuhan dengan caraNya yang sempurna telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk mendidik anak-anakNya. Ayah dan Bunda hanyalah orang tuamu di dunia ini, tapi yang sesungguhnya memiliki keseluruhan hidupmu adalah Bapa di Sorga.
Ayah dan Bunda tidak tahu akan seperti apa hidupmu kelak. Sesulit apapun hidupmu kelak, ingatlah bahwa kamu memiliki Bapa di Sorga, Sang Penguasa Alam Semesta. Jangan pernah sekali-kali tinggalkan imanmu kepada Tuhan karena akan sia-sia saja doa dan harapan yang kami sematkan dalam namamu. Tiada lagi Senna, tak ada lagi kilauan cahaya, hanya ada kegelapan ketika kau tinggalkan Tuhan. Tak ada lagi artinya hidupmu di dunia ini anakku ketika kau hidup tanpa Tuhan.
Ingatlah Senna, Tuhan pasti punya rencana atas hidupmu. Tuhan sudah merancang hidupmu untuk mengerjakan sesuatu yg baik menurutNya. Terus gumulkan panggilan Tuhan untukmu dan teruslah setia mengerjakannya. Ingatlah, hanya sementara kita hidup di dunia. Oleh karena itu, hendaknya pikiranmu selalu tertuju pada apa yang kekal dan abadi.
Kecup dan peluk sayang selalu dari Ayah dan Bunda..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar