Minggu, 31 Desember 2017

Bye 2017 (sambungan tipes oh tipes)

Bagi saya, menjalani tahun 2017 serasa seperti menaiki roller coaster, atau secara rohani saya bilang seperti menjadi bangsa Israel yang dipimpin Allah mengembara di padang gurun. Berulang kali ketika sedang down saya bilang sama Tuhan kalau saya gak mau menjadi seperti bangsa Israel generasi pertama yang sudah berlelah lelah tahunan hidup di padang gurun tapi pada akhirnya ditolak Allah, tidak diperkenankan masuk ke tanah perjanjian. Saya berulang kali jatuh seperti bangsa Israel yang tegar tengkuk dan hobinya murmuring, berkeluh kesah, komplain, MARAH, kuatir, sebagai perwujudan sikap hati yang kurang percaya. Sepanjang Sigi sakit, saya benar-benar bergumul dengan bad temper, marah marah marah dan marah sepanjang hari dengan siapapun, termasuk dengan Tuhan. Sampai desperatly hopeless... Saya baca sana sini, pengen tahu apa maunya Tuhan dengan ini semua, kok rasanya seperti Sigi sakit gak ada habisnya. Sampai Sigi sendiripun bingung dan kadang bertanya "mami, aku sehat gak sih?" pernah juga dia tanya begini, "Sigi makan bubur sampai kapan? Sampai punya istri atau sampai punya anak?" saya tertawa tapi hati menangis.
Terakhir saya membaca surat Paulus kpd jemaat di Filipi, dia tulisakan
Filipi 4:4  Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

Di beberapa suratnya yg lainpun dia tulisakan hal yg sama agar kita bersukacita senantiasa di dalam Tuhan. Saya baca berkali2 tetap tidak masuk di akal saya, mana bisa saya bersukacita saat anak saya umur 4th berkali2 terkena tipes?
Finally, I go deeper with this verse.
Saya pelajari surat Paulus, ternyata dia menuliskan surat ini dlm keadaan terpenjara, di usia yg sudah tua sekitar 70 tahun, tidak lagi bisa bekerja membuat tenda shg tdk memiliki penghasilan, dan gereja2 yg dia rintis belasan tahun lalu sekarang sedang mengalami kesukaran karena penganiayaan dari Romawi dan banyaknya pengajaran sesat. Mustinya sama sekali tidak ada alasan baginya untuk bersukacita, tetapi Paulus memilih utk bersukacita di dalam Tuhan. Sukacitanya bukan terletak pada keadaan, atau sikon hidupnya, tetapi pada Kristus dan injilNya. Paulus bersukacita krn dlm perjara dia bisa menulis byk surat kpd gereja2 yang akhirnya menjadi alkitab yg kita baca sekarang. Di penjara juga dia berhasil menginjili penjaga penjara yg berganti tiap 4 jam shg banyak dari penjaga penjara hingga perwira percaya kepada Yesus (Fil 4:22 orang2 di istana Kaisar menjadi org kudus yg percaya kpd Yesus). Di penjara ini pula Paulus memiliki banyak waktu untuk berdoa.

Belajar dari Paulus, Tuhan membuka hati saya untuk melihat sukacita yang sejati itu bukan datang dari badan yang sehat, anak2 yg taat, uang yang limpah ruah, bahkan bukan pula dari teman2 yang banyak. Tapi sukacita sejati datang dari Kristus, kita happy saat Injil Yesus dibagikan, kita senang saat ada orang yg penasaran tanya2 soal Tuhan, kita happy saat liat anak kita percaya sama Tuhan sekalipun dia terus2an sakit.
Suatu kali saya bacakan Sigi alkitab ttg Yesus yg sembuhkan hamba perwira yg sakit. Yesus memuji iman sang perwira karena dia bilang bahwa Yesus gak perlu datang ke rumah saya, cukup katakan saja hamba saya sembuh, pasti dia sembuh. Dan hambanya itu beneran sembuh.
Sigi lgsg nyeletuk, makanya mami percaya dong, percaya! Sigi pasti sembuh! Mami sih gak percaya percaya 🙃
Lalu saya tanya, emang kamu percaya?
Dia jawab: Iyalah! Kalau Tuhan Yesus bilang aku sembuh, pasti aku sembuh!

Kata2 dia saat itu jadi tamparan buat hati saya, selama ini dibibir saja saya percaya, tapi pikiran saya terus berkelana mencari dokter kemana2, dari dokter umum sampai professor kita kunjungi. Dan selalu saja end up with the same result: dokter juga manusia, hanya Yesus tabib yang ajaib, dokter segala dokter.
Disinilah saya sedikit mengerti ttg sukacita Paulus, walaupun Sigi sakit saya bersukacita karena dia percaya kepada Yesus.

Juga tentang tukang sayur langganan yg pernah kepergok mengais2 sampah buku di depan rumah krn sedang mencari Tuhan. Akhirnya Tuhan kasih kesempatan ngobrol agak panjang untuk sampaikan ttg Allah, manusia dan dosa. Hati sedih melihat pandangan matanya yg hopeless melawan dosa hingga dia gelisah dan terus mencari ttg Tuhan. Akhirnya saya bisa mencicip sukacitanya Paulus, sukacita saat membawa satu jiwa kepada Kristus. Saya belum lengkap sampaikan injil ttg Kristus padanya, tapi sudah seminggu lebih si abang tukang sayur tidak lewat lagi. Saya baru ceritakan bahwa saya kenal Tuhan yg dia cari selama ini, yg mau mengampuni dan bisa melepaskan kita dari segala dosa kita. Saya masih menunggu dia datang lagi, dan masih mendoakannya.

Akhirnya tahun 2017 benar2 tahun pengembaraan padang gurun saya, sama seperti bangsa Israel di padang gurun mengalami perjumpaan dengan Allah, sayapun demikian. Diajari untuk lebih dalam melihat hati Allah.
Sampai saya selesai menulis notes ini, keadaan masih belum berubah, anak dua-duanya masih sakit, Sigi msh belum selesai minum antibiotik. Tapi Tuhan sudah ubah hati saya. Untuk tidak terhimpit rasa kuatir tetapi mampu bersukacita di dalam Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar