Minggu, 31 Desember 2017

Bye 2017 (sambungan tipes oh tipes)

Bagi saya, menjalani tahun 2017 serasa seperti menaiki roller coaster, atau secara rohani saya bilang seperti menjadi bangsa Israel yang dipimpin Allah mengembara di padang gurun. Berulang kali ketika sedang down saya bilang sama Tuhan kalau saya gak mau menjadi seperti bangsa Israel generasi pertama yang sudah berlelah lelah tahunan hidup di padang gurun tapi pada akhirnya ditolak Allah, tidak diperkenankan masuk ke tanah perjanjian. Saya berulang kali jatuh seperti bangsa Israel yang tegar tengkuk dan hobinya murmuring, berkeluh kesah, komplain, MARAH, kuatir, sebagai perwujudan sikap hati yang kurang percaya. Sepanjang Sigi sakit, saya benar-benar bergumul dengan bad temper, marah marah marah dan marah sepanjang hari dengan siapapun, termasuk dengan Tuhan. Sampai desperatly hopeless... Saya baca sana sini, pengen tahu apa maunya Tuhan dengan ini semua, kok rasanya seperti Sigi sakit gak ada habisnya. Sampai Sigi sendiripun bingung dan kadang bertanya "mami, aku sehat gak sih?" pernah juga dia tanya begini, "Sigi makan bubur sampai kapan? Sampai punya istri atau sampai punya anak?" saya tertawa tapi hati menangis.
Terakhir saya membaca surat Paulus kpd jemaat di Filipi, dia tulisakan
Filipi 4:4  Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

Di beberapa suratnya yg lainpun dia tulisakan hal yg sama agar kita bersukacita senantiasa di dalam Tuhan. Saya baca berkali2 tetap tidak masuk di akal saya, mana bisa saya bersukacita saat anak saya umur 4th berkali2 terkena tipes?
Finally, I go deeper with this verse.
Saya pelajari surat Paulus, ternyata dia menuliskan surat ini dlm keadaan terpenjara, di usia yg sudah tua sekitar 70 tahun, tidak lagi bisa bekerja membuat tenda shg tdk memiliki penghasilan, dan gereja2 yg dia rintis belasan tahun lalu sekarang sedang mengalami kesukaran karena penganiayaan dari Romawi dan banyaknya pengajaran sesat. Mustinya sama sekali tidak ada alasan baginya untuk bersukacita, tetapi Paulus memilih utk bersukacita di dalam Tuhan. Sukacitanya bukan terletak pada keadaan, atau sikon hidupnya, tetapi pada Kristus dan injilNya. Paulus bersukacita krn dlm perjara dia bisa menulis byk surat kpd gereja2 yang akhirnya menjadi alkitab yg kita baca sekarang. Di penjara juga dia berhasil menginjili penjaga penjara yg berganti tiap 4 jam shg banyak dari penjaga penjara hingga perwira percaya kepada Yesus (Fil 4:22 orang2 di istana Kaisar menjadi org kudus yg percaya kpd Yesus). Di penjara ini pula Paulus memiliki banyak waktu untuk berdoa.

Belajar dari Paulus, Tuhan membuka hati saya untuk melihat sukacita yang sejati itu bukan datang dari badan yang sehat, anak2 yg taat, uang yang limpah ruah, bahkan bukan pula dari teman2 yang banyak. Tapi sukacita sejati datang dari Kristus, kita happy saat Injil Yesus dibagikan, kita senang saat ada orang yg penasaran tanya2 soal Tuhan, kita happy saat liat anak kita percaya sama Tuhan sekalipun dia terus2an sakit.
Suatu kali saya bacakan Sigi alkitab ttg Yesus yg sembuhkan hamba perwira yg sakit. Yesus memuji iman sang perwira karena dia bilang bahwa Yesus gak perlu datang ke rumah saya, cukup katakan saja hamba saya sembuh, pasti dia sembuh. Dan hambanya itu beneran sembuh.
Sigi lgsg nyeletuk, makanya mami percaya dong, percaya! Sigi pasti sembuh! Mami sih gak percaya percaya 🙃
Lalu saya tanya, emang kamu percaya?
Dia jawab: Iyalah! Kalau Tuhan Yesus bilang aku sembuh, pasti aku sembuh!

Kata2 dia saat itu jadi tamparan buat hati saya, selama ini dibibir saja saya percaya, tapi pikiran saya terus berkelana mencari dokter kemana2, dari dokter umum sampai professor kita kunjungi. Dan selalu saja end up with the same result: dokter juga manusia, hanya Yesus tabib yang ajaib, dokter segala dokter.
Disinilah saya sedikit mengerti ttg sukacita Paulus, walaupun Sigi sakit saya bersukacita karena dia percaya kepada Yesus.

Juga tentang tukang sayur langganan yg pernah kepergok mengais2 sampah buku di depan rumah krn sedang mencari Tuhan. Akhirnya Tuhan kasih kesempatan ngobrol agak panjang untuk sampaikan ttg Allah, manusia dan dosa. Hati sedih melihat pandangan matanya yg hopeless melawan dosa hingga dia gelisah dan terus mencari ttg Tuhan. Akhirnya saya bisa mencicip sukacitanya Paulus, sukacita saat membawa satu jiwa kepada Kristus. Saya belum lengkap sampaikan injil ttg Kristus padanya, tapi sudah seminggu lebih si abang tukang sayur tidak lewat lagi. Saya baru ceritakan bahwa saya kenal Tuhan yg dia cari selama ini, yg mau mengampuni dan bisa melepaskan kita dari segala dosa kita. Saya masih menunggu dia datang lagi, dan masih mendoakannya.

Akhirnya tahun 2017 benar2 tahun pengembaraan padang gurun saya, sama seperti bangsa Israel di padang gurun mengalami perjumpaan dengan Allah, sayapun demikian. Diajari untuk lebih dalam melihat hati Allah.
Sampai saya selesai menulis notes ini, keadaan masih belum berubah, anak dua-duanya masih sakit, Sigi msh belum selesai minum antibiotik. Tapi Tuhan sudah ubah hati saya. Untuk tidak terhimpit rasa kuatir tetapi mampu bersukacita di dalam Tuhan.

Senin, 18 Desember 2017

Tipes oh tipes

Sudah 4 bln episode Sigi sakit tipes ini berulang. Dan skrg adl yg ke4 kalinya. Saya jatuh bangun menjalaninya. Ada masa2 saya begitu beriman percaya Tuhan punya rencana baik dibalik ini semua. Tapi lebih sering justrus saya babak belur menderita dalam depresi yg terus menerus dan semakin dalam. Saya bukan hanya jadi galak sama suami dan anak, bahkan saya marah besar kepada Tuhan. Padahal saat marahpun saya sadar saya pasti celaka, masak ciptaan ngelawan sama Pencipta, sama saja cari mati. Tapi saya tidak sanggup melawan emosi saya yg berlarut2 tertekan dalam kelelahan fisik dan mental. Tuhan menunjukkan siapa saya yg sebenarnya, seorang perempuan pemarah dengan bad temper yg sangat buruk, kasar bahkan seringkali saya sangat kejam memperlakukan Sigi kalau sedang tidak waras. Kemarin malam lengan bekas suntikan DPT yg masih bengkak saya pukul sampai dia menangis kesakitan krn saya hilang kesabaran menghadapi dia yg gk bisa diam. Pikiran saya memerintahkan saya utk memaksa dia diam istrht krn tipes gk boleh byk gerak, tp namanya anak 4 th bgmn caranya bisa diam sepanjang hari tanpa bosan, apalagi Sigi yg superaktif. Dalam setiap keterpurukan saya menghadapi penyakit tipes Sigi yg seperti entah kapan dan dimana ujungnya, Tuhan seringkali terasa jauh, terutama ketika saya sedang marah padaNya. Tapi dalam setiap episode itu pula Tuhan selalu berbicara kepada saya. Tipes pertama Dia bawakan saya buku the purpose driven life, yg kedua dia bawakan saya kitab amsal saat saya terus2an mendesakNya meminta diberikan hikmat. Tipes ketiga Dia kasih saya bible studi online anxious for nothing by max Lucado, dan skrg ini yg terakhir Dia kasih saya kitab Filipi, yang menurut saya ini sambungan banget dari anxious for nothing.
Saya benar2 bingung ketika dibilang bersukacitalah senantiasa, be anxious for nothing, perintah2 itu seperti perintah yg mustahil dilakukan. Saya mencari2 apa itu bersukacita, mana bisa saya bersukacita saat anak saya berkali2 sakit. Mana bisa saya bersukacita saat saya habis segala-galanya (hati, pikiran, emosi, fisik (uang saya tidak punya)), semua yg saya punya rasanya benar2 habis utk melawan tipes anak saya. Saya babak belur secara fisik, mental dan spiritual. Ini semua seperti mimpi buruk yg entah kapan berakhir. Banyak perkataan Tuhan saya mengerti sesaat, kemudian saya lupakan saat penderitaan dan kesulitan kembali datang. Saya seperti Musa yg posisi default nya adl marah. Juga seperti bangsa Israel yg tegar tengkuk dan hobi bersungut2, berkeluh kesah, murmuring. Konyolnya krn sepanjang hari cm bertiga sama anak2 jd yg bisa kena semprot amarah ya cuma mereka, terutama Sigi (dan sekali2 suami juga kena). Sebenarnya akar kemarahanku adl tidak terima Tuhan mengizinkan keadaan yg begitu buruk ini terjadi padaku, pada anakku Sigi. Aku menolak pemberian Tuhan, aku menolak rencana Tuhan. Bahkan pernah terjadi saya marah2 teriak2 di kamar mandi "Tuhan kl Kau mau mengubahku mjd ibu yg lebih baik, jgn pakai cara kekerasan seperti ini, gak akan berhasil, Engkau gagal, aku gak suka, aku benci padaMu" berulang2 saya marah seperti itu stlh sblmnya saya marah2 sama Sigi. Dia di luar panggil saya, Bunda marah knp?
Dari dalam saya teriak "diam, bunda gak marah sama kamu, bunda marah sama Tuhan!
Stlh keluar dr kamar mandi dia bertanya knp bunda marah sama Tuhan? Saya jawab "krn Tuhan gak kabulkan doa  bunda biar kamu sehat gak kambuh lg tipesnya".
Dia terdiam lalu saya menangis. Saya bilang seharusnya bunda gak marah, seharusnya bunda terima saja kalau memang Tuhan izinkan km sakit, tapi hati bunda terlalu susah sampai akhirnya jadi marah.
Beberapa kali peristiwa jatuh bangun saya seringkali membawa kami pada faith talk. Seperti hari ini, ketika saya temani dia baca renungan saat teduhnya bahwa Tuhan pencipta samudera raya Tuhan berarti pemilik samudera. Begitupun bunda, Tuhan yg ciptakan, jd bunda adalah milikNya. Kalau Tuhan mau ambil boleh gak? Awalnya dia bilang gak boleh, kan Sigi sayang (sambil pegang tangan saya), lalu saya jelaskan bahwa seperti samudera adl milik Tuhan, bundapun jg adl milik Tuhan, dan Tuhan bisa ambil kapanpun Dia mau. Akhirnya dia bilang, mmmmm iya deh berarti gpp kl Tuhan ambil bunda. Renungan dia ini sbnrnya ngena banget ke saya. Dari sejak dia tipes pertama plus dbd Tuhan sudah bilang (lewat buku the purpose driven life) bahwa Sigi adl milikNya, dan kapanpun Dia mau ambil, itu adl kedaulatanNya. Cm seringkali saya menawar, janganlah Tuhan, sudah 4th lebih saya babak belur membesarkan dia dg tangan saya sendiri, mengasihi dan merawat dia setiap kali sakit dan bahkan berkali2 benci setiap kali dia sakit. Janganlah Kau ambil dia, please. Disitulah Tuhan tunjukkan siapa allah yg saya sembah skrg, bukan lagi Yesus Tuhan, tp Sigi anak. Fokus saya hanya pd Sigi. Sekalipun Senna sudah 6 bln lahir di dunia, yg ada di pikiran saya hanya Sigi, boro2 mikirin suami atau apalah yg lain, rasanya setiap sudut pikiran saya dipenuhi dg yg namanya Sigi. Sigi sudah berhasil menggeser posisi Allah di hati dan pikiran saya. Pun juga menggeser posisi hal2 lain tmsk suami saya. Empat bulan episode tipes ini benar2 mencelikkan mata saya, ngapain aja saya selama ini. Saya gak beda sama ahli taurat dan orang farisi yg tau byk ttg firtu, yg terlihat saleh dan sok rohani (bahkan lebih sering sombong rohani), tp di dalam diri saya kering, sampai hampir mati. Saya terlalu lama tidak bertumbuh, terus2an kerdil, karena itulah saya tidak berbuah. Buah2 roh kasih, sukacita, damai sejahtera, kebaikan, kelemahlembutan, kesabaran, pengendalian diri, kok semuanya gak ada di saya. Kasih saya berdasarkan situasi dan kondisi, kalau semua oke, saya hangat dan penuh kasih ke suami dan anak2. Saya tidak sabaran, gampang marah, kalau sudah emosi susah sekali mengendalikan diri, kadang sangat kejam dan tega. Benar2 bobrok sekali dalam diri saya ini. Berulang kali saya sadar, tp utk berbalik dan memperbaikinya sulit sekali. Misalnya pagi menjelang siang udah sadar ttg hal ini dan komit utk belajar menguasai diri, lemah lembut dan gak gampang marah. Sorean dikit udah eror lagi, liat anak sakit, rewel dan susah diatur balik marah2 lagi. Sampai sering saya tiba di satu titik merasa bahwa saya ini sepertinya adl kambing, bukan domba. Bukan tmsk salah satu dari org yg diselamatkan. Saya ini seperti sbagian besar org Israel angkatan pertama yg posisi default nya adl murmuring, complaining, bersungut2, bentuk ketidakpercayaannya kpd Allah. Yang pd akhirnya ditolak dan dibinasakan di padang gurun, pdhl udah capek bertahun2 muterin gurun melewati berbagai macam kesulitan hidup, namun pd akhirnya tdk mendapat bagian dlm keselamatan kekal, itu benar2 tragis. Jujur saya sering menangisi diri saya yg sebobrok ini, sering saya bilang saya ini ibu paling buruk di dunia, saya ini wanita yg sangat mengerikan, mana mungkin Tuhan mau mengampuni dan menolong saya yg tercela ini. Kontinusly saya masuk ke lubang depresi, namun lagi2 Tuhan angkat saya dari pusaran maut ini.
Dari keempat episode tipes Sigi ini saya ingin membagikan kepedulian Tuhan kpd saya, org paling buruk di dunia yg sangat pantas dimurkai, tp justru dikasihi, diampuni, dan dipulihkanNya.
Selama masa kesukaran ini saya terus mencari apa itu sukacita. Kl sukacita itu artinya senang, mana mungkin saya bisa senang saat anak saya sakit, atau saat saya merana dalam kesusahan saya seorang diri tanpa teman yg benar2 mengerti.
Jawaban pertama datang dari kotbah pendeta minggu ini. Dia bukakan ttg 4 tokoh yg dapat bersukacita dlm keadaannya yg sedang tidak baik. Bersukacita dia artikan bukan perasaan senang, tetapi perasaan lega yg luar biasa karena mengetahui yakin ada harapan. Dia gambarkan seperti kita berjalan melewati lorong yg gelap, sampai berasa sesak nafas, nah, ketika terlihat secercah cahaya kita bisa lega, lorong gelap ini ada ujungnya dan pasti berakhir.
Tokoh pertama Yesaya, mengajak bangsa Israel bersukacita setelah selesai dihukum, pulang dari pembuangan. Tokoh kedua pemazmur bersukacita setelah mengalami penderitaan. Tokoh ke3 bersukacita saat SEDANG bertahan dalam kesusahan. Ke 4 bersukacita saat mewartakan Injil.
Kata bersukacita semakin terasa jelas bagi saya ketika belajar surat filipi. Paulus menuliskan kitab ini dari dalam penjara (tahanan rumah di Roma), dia menyewa sdr rumah yg mjd penjaranya yg dijaga ketat oleh tentara Roma shg dia tdk dpt bekerja membuat tenda, artinya dia tdk bs menghasilkan uang, dlm kekurangan. Dia berada disitupun stlh mengalami turbulensi berkepanjangan, menjalani pengadilan yg perkaranya tak kunjung diberi putusan krn oknum2 yg menanti diberi suap olehnya, menjalani perjalanan panjang utk sampai di roma diusianya yg sudah tua sekitar 70 tahunan bahkan sampai sempat mengalami karam kapal dan terombang ambing berhari2 di tengah laut. Kesulitannya terus menerus spt tidak berujung. Tapi dalam surat-suratnya dia tulis, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan, bersukacitalah. Ternyata rahasia sukacita paulus bukan terletak pada situasi kondisi hidupnya, tetapi pada Kristus dan injilnya.

(to be continued)

Kamis, 16 November 2017

Our Milestone


Juni 2017

Catatan pengingat kebaikan Tuhan bagi kami. Penguat keyakinan ketika suatu saat kami mulai ragu. Keinginan agar kenangan indah kami bersama Tuhan dapat terus diingat..

Bagi kami, satu tahun ke belakang menjadi tahun yang penuh petualangan. Tahun dimana kami seperti memasuki hutan belantara yang kami tidak tahu apa saja yang ada di dalamnya dan dimanakah ujungnya. Bahkan bagaimana caranya agar kami berhasil melewatinya pun, kami tidak tahu. Tapi memang benar, lebih baik berjalan dalam gelap bersama Tuhan daripada berjalan sendiri dalam terang karena berjalan sendiri bisa tersesat..

Awalnya kami berpikir bahwa akan sulit meninggalkan lingkungan rumah kami di depok dan beradaptasi dengan lingkungan baru di Kelapa Gading. Tapi ternyata tinggal di lingkungan baru tidak selalu hal yang sulit. Tuhan begitu baik memberikan kami rumah kontrakan yg relatif murah, pasar yang dekat, tetangga yang ramah, dan komunitas Sahabat Kristus dan Eureka yg kami anggap keluarga kami sendiri. Setahun tinggal di kelapa gading, kami sekeluarga begitu menikmati berkat dan tuntunan Tuhan..

Kalau ada orang yang bertanya kepada kami, sampai kapan kami akan tinggal di kelapa gading, jujur saja sampai saat ini kami tidak tahu jawabannya. Tapi yang kami tahu, Tuhan masih ingin kami disini setahun ke depan. Tp sampai kapan? Hanya Tuhan yang tahu.

Inilah beberapa milestone yang kami alami di tahun pertama "mengembara" di Kelapa Gading.

Bulan September 2016, Puji Tuhan, Angga positif hamil. Kehamilan ini memang kami nanti-nantikan mengingat usia Sigi yang sudah 3 tahun. Kami memang ingin jarak usia Sigi dengan adiknya 4 tahun. Selain itu, Angga juga ingin di umur 30 tahun, sudah memiliki 2 anak. Puji Tuhan, Tuhan mengabulkan doa kami. Akhirnya anak kedua kami yang kami beri nama Kynan Senna Widyanto, lahir di tanggal 14 Juni 2017.

Bulan Oktober 2016, saya mendapatkan SK Mutasi ke kantor baru. Setelah 7 tahun ditempatkan di KPP Pratama Jakarta Pluit (sejak Agustus 2009), akhirnya Tuhan memindahkan saya juga pada bulan Oktober 2016. Memang semua akan (p)indah pada waktunya. Cukup kaget juga Tuhan memindahkan saya ke KPP LTO 1. Tidak pernah terbayang sedikit pun akan ditempatkan di kantor itu. Tapi semua ada dalam kuasa tanganNya. Tuhan yang telah mengutus, Tuhan juga yang akan memimpin dan menyertai. Bersyukur Tuhan memberikan suasana kerja yang baru dan rekan kerja yg sangat supportif.

Dari kelapa gading ke kantor lama, cuma perlu waktu maksimal 20 menit. Ke kantor baru, paling cepat 45 menit. Puji Tuhan masih bisa merasakan macetnya Jakarta tiap hari karena banyak teman2 lain di daerah yang belum mendapat kesempatan yang sama. Semoga teman2 yang masih bekerja jauh dari homebase, terus Tuhan berikan semangat dan segera bisa berkumpul dengan keluarga di homebase.

Selama di Kelapa Gading, kami juga sangat bersyukur bisa merasakan relasi dalam komunitas KTB Sahabat Kristus yang semakin dekat. Kami bersyukur Tuhan memberikan keluarga ini bagi kami. Keluarga yang memiliki visi dan panggilan yang sama dengan kami. Betapa bersyukurnya kami karena Tuhan tidak membiarkan kami berjuang sendiri disini. Ternyata Tuhan telah siapkan komunitas bagi kami yang membuat kami terus dikuatkan dalam menjalani panggilanNya. Tak terhitung banyaknya kebaikan yang kami terima dari komunitas ini. Tentulah hanya Tuhan yang mampu membalasnya. Terima kasih yang tulus kami ucapkan kepada Keluarga Pak Budi, Keluarga Mas Bro Oboy, Keluarga Ko Donny, Keluarga Christoper, Keluarga Andrias, dan Keluarga Shanny. KTB ini telah memberi warna yang indah dalam perjalanan iman kami.



Terima kasih juga kami ucapkan kepada keluarga besar Eunika dan Sahabat Kristus, terutama guru kelas SK Sigi. Perkembangan Sigi menurut laporan guru kelas SK adalah sebagai berikut:

Evaluasi Pertumbuhan Anak (EPA) Juli-Desember 2016


 

 Evaluasi Pertumbuhan Anak (EPA) Januari-Juni 2017






Kami juga sangat bersyukur, setahun sudah Tuhan menolong Sigi untuk melewati masa preschoolnya di Eureka. Rasanya kok cepat sekali sekarang Sigi sudah mau masuk Kindergarten 1. Seperti baru kemarin kami mendaftarkan Sigi di Eureka. Sekarang Sigi sudah hafal alphabet dan number, bisa menulis namanya sendiri, mewarnai, count, tracing, maze, dan hal lain yg sepertinya tidak bisa kami lakukan waktu kami seusianya. Melihat rapor yang sangat detil dan lengkap, hanya ucapan syukur yg bisa kami panjatkan kepada Tuhan. Dan saya sendiri masih amazed dengan betapa detilnya penilaian guru Eureka kepada setiap anak didiknya. Setiap anak diperhatikan dengan begitu detil dan kami sebagai orang tua mendapatkan laporan perkembangan anak di sekolah secara menyeluruh. Kami merasakan betul bahwa Eureka menjadi partner orang tua dalam membangun karakter Illahi dalam diri anak. Tidak pernah guru Eureka menekankan hal akademis. Setiap pertemuan dengan orang tua, yang dibahas adalah bagaimana pertumbuhan karakter anak. Karakter apa yg masih harus dibenahi dan ditumbuhkan dalam diri anak. Setahun Sigi bersekolah di Eureka, semakin kami menyadari bahwa betapa pentingnya partner dalam melihat perkembangan anak. Kalau kami hanya melihat dari sisi kami sebagai orang tua, mungkin kami melihat anak kami baik-baik saja. Tapi ternyata banyak hal yang tidak tetangkap oleh kami. Atau bahkan tidak kami sadari bahwa ada suatu hal dalam diri anak kami yg perlu dibenahi. Dan dari guru Eureka-lah kami mendapatkan perspektif lain dalam melihat pertumbuhan Sigi. Kami sebagai orang tua "baru" yang belum berpengalaman, sangat bersyukur bisa mendapatkan banyak masukan dan koreksi darinEureka. Berikut rapor sigi di kelas preschool :

 Student Progress Report 2016-2017





Kami bersyukur dapat melihat Sigi bertumbuh dengan baik, bukan hanya secara akademik tetapi juga karakter. Semakin Sigi dewasa, semakin kami merasa waktu berlalu cepat sekali. Rasanya belum lama saya melihat Sigi bisa berjalan untuk pertama kalinya. Sekarang kami sudah bisa main bola bareng. Jalan pikirannya semakin logis dan menuntut kami memutar otak bagaimana caranya agar bisa menjelaskan sesuatu kepadanya dengan bahasa yg paling sederhana. Betapa bahagianya kami karena Tuhan memberikan kami kesempatan dan kemampuan untuk melihat setiap detil perkembangan Sigi hingga saat ini.

Dan setahun ke depan kami masih akan menikmati perjalanan iman bersama Tuhan di Kelapa Gading..  :)

Kamis, 09 November 2017

VBAC Si Genduk

Beberapa tahun yang lalu saya pernah membaca artikel tentang VBAC (Vaginal Birth After Secarian) dan sama sekali tidak terpikir kalau saya akan memiliki pengalaman VBAC ini. Empat tahun yang lalu Sigi lahir secar karena saya mengalami KPD (Ketuban Pecah Dini) saat ukuran kandungan 35 minggu kurang. Saat itu dunia serasa runtuh...
Setelah tiga tahun berjalan, saya dan suami berencana meminta Tuhan anak ke-2. Ini berawal dari keinginan Sigi untuk punya adik. Setiap hari dia berdoa sambil elus-elus perut bundanya agar segera ada baby di perut bunda. Ketika Tuhan akhirnya izinkan saya hamil lagi, Sigi benar-benar happy. Kami sekeluarga overexcited menantikan baby-2 ini. Ternyata kehamilan ketiga saya ini sangat berat. Saya hiperemesis, mual muntah sangat parah sampai berat badan turun 4kg. Setiap kali keluar rumah terkena matahari, mata langsung gelap berasa mau pingsan. Sampai saya tidak sanggup lagi antar jemput Sigi sekolah. Akhirnya Sigi berangkat sekolah bareng ayahnya sekalian ke kantor dan pulangnya naik mobil jemputan opa Bun.
Rumah, suami dan anak benar-benar tidak terurus. Saya sering membeli sayur dan lauk di warung dekat rumah karena tidak sanggup ke pasar dan memasak. Seharian kerjanya cuma tiduran dan muntah. Saat itu Sigi benar-benar kasihan. Setiap kali pulang sekolah, dia cuma bisa main sendiri karena bundanya gak kuat nemenin. Tiap hari doain bunda biar sehat lagi. Dia selalu bilang kalau bundanya sedang "sakit bobok" karena bisanya cuman bobok sepanjang hari.
Sigi yang tidak terurus ini akhirnya terkapar sakit karena makannya sembarangan. Dokter bilang dia kena virus dan dirawat selama 2 hari di RS karena trombositnya terus turun dikhawatirkan terkena DBD. Untunglah ternyata virus biasa bukan DBD. Setelah Sigi sehat kita langsung berangkat ke Rembang karena Sigi sedang libur sekolah dan saya berharap kami berdua akan lebih terurus di kampung. Dan benar saja, hampir 3 minggu di kampung, kami berdua makin gemuk dan saya sudah tidak mual muntah lagi...

Waktu terus berjalan dengan keadaan yang semakin baik. Tibalah minggu-minggu terakhir menuju persalinan. Saat minggu ke-37 dokter mengatakan kami harus bersiap-siap untuk operasi secar lagi karena si baby belum turun. Tapi dokter masih mau tunggu (tidak jelas sampai berapa lama dokter akan menunggu si baby turun). Disini Tuhan bentuk hati saya untuk tidak kecewa pada apapun keputusan-Nya, untuk tetap percaya dan terus berdoa serta berusaha. Juga agar tidak sombong bila akhirnya Tuhan mewujudkan permohonan saya untuk bisa VBAC.
Hari Sabtu Sigi dan Yanu ke Ragunan untuk acara Celebration SK. Sedangkan saya ke hermina untuk ikut senam hamil. Setelah selesai senam hamil, bidan mengajari cara ngeden yang benar, serta term n condition yang harus dipenuhi untuk bisa VBAC. Yang pasti proses persalinan itu harus smooth tanpa intervensi medis. Minggu sebelumnya dr. Dewi juga sudah mengatakan demikian dan menyarankan saya untuk mengikuti senam hamil agar bisa latihan ngeden dan menjaga stamina. Dokter bilang "ibu kalau mau normal harus berusaha sendiri, kami (dokter dan bidan) hanya akan menonton dan kasih semangat, gak boleh diapa-apain (tidak boleh dipicu dengan induksi atau memakai ILA untuk pengurang rasa sakit maupun obat-obatan yang lain). Kondisi lain yang harus terpenuhi selain baby masuk panggul adalah ketebalan jahitan harus minimal sekian mm, berat badan bayi tidak boleh lebih besar dari bayi pertama saat lahir secar dan tidak boleh lahir melewati due date. Akhirnya saya mulai diet karena saat itu BB baby sudah 2,7kg padahal bayi saya yang lahir secar beratnya hanya 2kg. Bidan bilangnya sih saya kasus khusus karena kan dulu anaknya lahir premature dan BBLR, jd BB bayi yg sekarang maksimal 3kg. Untunglah diet saya berhasil, Senna lahir 2,84kg. Syarat yang lain untuk VBAC adalah harus ada kontraksi sampai pembukaan lengkap dan ibunya kuat staminanya untuk ngeden sendiri.

Setiap hari Sigi doain dedeknya agar mau turun, dan menemani saya pagi, siang, sore, malam untuk jongkok, nungging dan goyang inul sampai kaki kita berdua capek. Suami udah nyerah dan menyarankan saya untuk langsung secar saja mengikuti warning dokter. Ungtunglah dokter Dewi cuti 3 hari sehingga belum jadi nurutin suami untuk secar di minggu ke-38.

Sabtu saat senam hamil waktu itu bidan juga pesen (ngasih PR nih ceritanya) supaya dipancing pakai sperma agar segera mulai kontraksinya. Dan ternyata benar, setelah 2x berhubungan, Selasa pagi saat saya dan Sigi jalan-jalan ke taman mulai terasa kontraksi dari jam 8. Lalu keluar darah flek jam 12. Jam setengah 4 sore kita sampai di RS dicek masih bukaan 1 tapi kontraksi sudah teratur dan kuat sehingga kita dilarang pulang. Di ruang bersalin itu anak dibawah 12 tahun dilarang masuk. Jadi saya suruh Sigi dan ayahnya pulang saja karena kasian juga kalau Sigi harus tiduran di ruang tunggu. Akhirnya jam 10 malam kakung dan uti Bandung sampai di Gading jadi ada yang menemani Sigi di rumah. Suami langsung menuju RS menemani saya. Mules semakin intens tapi masih pembukaan 1. Hari itu, Rabu subuh, adalah hari pertama dr. Dewi masuk setelah 3 hari cuti. Jam 1 dicek pembukaan 2 tapi mulesnya udah parah banget. Jam 2 tiba-tiba udah pembukaan 4 dan berasa mau brojol. Akhirnya saya dilarang berdiri-berdiri lagi sama bidan, harus tiduran. Padahal kalau tiduran pas kontraksi itu sakitnya ampun, naujubileh... Akhirnya suami elus-elus pinggang belakang saya setiap kali gelombang itu datang, and really it works. Sakitnya berangsur-angsur hilang setiap kali dielus-elus suami. Jam 4 subuh bukaan lengkap dan dokter sudah siap. Pas dia cek ternyata posisi bayi masih sangat tinggi jadi dia siapin vaccum. Sayangnya, kontraksinya sudah sulit saya rasakan, seperti sudah ilang aja sakitnya, jadi saya bingung menentukan kapan momen yang tepat untuk ngeden. Saya coba asal ngeden saja tanpa menunggu datangnya kontraksi, ternyata sia-sia. Hampir setengah jam ngeden, baby belon keluar juga, cuma kelihatan rambutnya aja. Akhirnya dokter siap-siap mau vaccum lalu suami teriakin saya, "ayo kamu harus berusaha, jangan sampai anak kita divaccum". Diteriakin begitu, akhirnya terasa juga kontraksinya. Begitu dapat momen yang pas, dua kali ngeden akhirnya si genduk lahir juga.

VBAC ini benar-benar ngajarin saya untuk gak sombong dan menantang rasa sakit. Jujur dulu saya sering gemes kalau denger/baca ibu-ibu kalau cerita tentang proses persalinan normal mereka, di telinga saya selalu terdengar lebay.
"Sakitnya tuh naujubileh", "astaganaga, sakitnya warbiyasah", "ya ampiun, suakit buanget tak terkatakan". Semuanya terdengar hiperbola, sampai saya bilang sama Tuhan, "emang sesakit apa sih Tuhan? Ah paling cuma gitu doang... Saya kan tahan sama rasa sakit, kuatlah pasti...! Pokoknya saya mau normal biar cepet pulih, bisa ngurus anak-anak dan diri saya sendiri, biar gak lama-laama ngrepotin orang! (The power of POKOKnya)".
Akhirnya ketika saatnya tiba, saya bisa bilang bahwa semua yang dikatakan ibu-ibu itu FAKTA. Melahirkan itu memang benar sakit. Jadi yang Tuhan firmankan di kejadian 3:16 itu semuanya benar.
"Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak, (kondisi saya saat mengandung benar-benar payah, seperti yang saya ceritakan di awal); dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu (iya memang benar-benar sakit), namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu."
Berahi disini bukan hanya secara lahiriah, tapi juga secara mental. Kita para istri seringkali bernafsu untuk menjadi pemimpin, mengontrol suami, padahal Tuhan sudah memberikan kuasa kepada suami untuk memimpin istrinya. Itulah kenapa banyak rumah tangga tidak berfungsi dengan baik, karena nature wanita yang selalu ingin menguasai dan mengambil alih pimpinan dalam rumah tangga. Banyak suami yang akhirnya nurut-nurut saja, seperti Adam yang nurut saat dikasih buah sama Hawa. Dan perempuan itu biasanya sangat lihai dalam mempengaruhi dan memanipulasi sehingga tanpa sadar, dia sudah mengambil alih pimpinan di rumah tangga. Biasanya bukan dengan paksa atau kekerasan, tapi juatru seringkali secara halus dan manipulatif, atau seperti istri Simson yang terus menerus merengek. Rayuan, rengekan, ngambek, bahkan ancaman sehingga akhirnya keputusan-keputusan iatrilah yang diikuti, bukannta keputusan Allah yang diejawantahkan dalam kepemimpinan suami.

Wah jadi kemana-mana nih tulisannya. Intinya saya mau bilang dalam VBAC ini Tuhan membentuk hati saya untuk percaya pada kebaikan hatiNya. Ketika saya tulus meminta dalam doa dan terus berjuang berusaha untuk bisa VBAC, tetap Tuhan yang pegang kendali. Dia mau kabulkan atau tidak, itu adalah otoritasNya. Dia bentuk saya biar gak sombong dan memandang rendah pengalaman orang lain. Tapi agar terus belajar, dalam segala hal Tuhan yang pegang kendali, dan firmanNya itu benar.

Kamis, 26 Oktober 2017

Kynan Senna Widyanto

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, pada tanggal 14 Juni 2017 anak kedua kami, Kynan Senna Widyanto, lahir ke dunia. Kalau kepada saya ditanyakan, "Hal apa yg disyukuri dari kelahiran anak kedua?", saya akan menjawab, "Saya bersyukur karena Tuhan mewujudkan apa yg menjadi doa dan keinginan kami."

Yg pertama, menjadi keinginan Angga untuk memiliki 2 anak pada usianya yg ke-30. Keinginan ini sejalan juga dengan saya yg menginginkan jarak usia antara anak pertama dengan kedua adalah 4 tahun.

Kenapa 4 tahun? Karena saya beranggapan 4 tahun adalah waktu yg cukup bagi kami untuk mencurahkan semua perhatian dan kasih sayang kami kepada anak pertama kami, Sigi. Tanpa terganggu keberadaan seorang adik, Sigi mendapatkan sepenuhnya "kehadiran" kami sebagai orang tuanya. Bukan sekedar kehadiran secara fisik, tetapi jauh lebih penting peranan orang tua dalam pembangunan karakter dan penanaman nilai-nilai iman dalam diri anak. Apabila saya sebagai orang tua lalai dalam menjalankan peran ini, pihak lain yg akan menggantikannya. Saya rasa, itu yg menjadi salah satu problem terbesar dalam keluarga di zaman ini dimana orang tua tidak sepenuhnya "hadir" bagi anak mereka. Akibatnya anak mencari perhatian dan kasih sayang kepada pihak lain yg tidak seharusnya, bisa jadi pihak itu baik namun tidak jarang juga buruk dan berbahaya. Saya meyakini bahwa orang tua tidak akan pernah bisa mengganti waktu kebersamaan yg hilang di masa kanak-kanak anak kita karena masa itu tidak akan pernah bisa kembali dan yg akan tersisa hanya penyesalan.                      

Selain itu, saya merasa seorang kakak yg sudah cukup mandiri dan dewasa utk berbagi kasih sayang, akan berpengaruh baik bagi sang adik. Salah satu permasalahan yg saya sering temui dari para orang tua yg memiliki jarak usia anak yg terlalu dekat adalah sang kakak merasa "tersaingi" oleh sang adik. Sang kakak tidak siap berbagi kasih sayang orang tuanya dengan adik kecilnya yg butuh perhatian sangat besar. Akan lebih diperparah apabila orang tuanya tidak menyadari kondisi ini dan seolah mengabaikan sang kakak karena merasa sang adik lebih perlu mendapat perhatian.

Kami sebisa mungkin menghindari hal tersebut terjadi dalam keluarga kami. Sejak awal kehamilan, Sigi kami persiapkan sedemikian rupa sehingga dia siap menerima kehadiran Senna. Sejak Senna masih dalam.kandungan, kami sudah meminta Sigi untuk selalu mendoakan adik dan bundanya. Setiap check up kehamilan, Sigi dan saya selalu melihat monitor USG dan memperhatikan pertumbuhan Senna setiap bulannya. Sejak Senna dalam perut, Sigi terbiasa mengajak ngobrol dan menggoda adiknya. Dan harus saya akui, saya kalah jauh dari Sigi dalam hal berkomunikasi dengan Senna saat Senna masih di perut.

Sigi lahir waktu usia kami 26 tahun. Jadi rasanya pas sekali kalau anak kedua lahir saat usia kami 30 tahun. Dan Tuhan rupanya setuju. Senna lahir di awal usia kami yg ke-30.

Yang kedua, Angga bisa melahirkan dengan normal tanpa operasi caesar. Keinginan Angga utk bisa melahirkan secara normal memang sangat kuat. Dan saya terkadang merasa bersalah karena seringkali pesimis dengan apa yg menjadi keinginannya. Pikiran saya sederhana saja, berdasarkan cerita pengalaman orang yg pernah operasi caesar, kelahiran berikutnya biasanya akan caesar lagi. Makanya saya tidak ingin Angga terlalu berharap dan nanti akhirnya harus kecewa. Tapi Angga tetap berusaha keras agar kehamilannya sehat dan akhirnya bisa bersalin normal. Dan rupanya Tuhan setuju Angga mengalami sakitnya persalinan normal. Hehe..

Yang ketiga, Tuhan memberikan kami kesempatan untuk ikut dalam asuransi yg men-cover biaya persalinan dan check up kandungan dengan premi yg murah. Kalau mengingat biaya persalinan Sigi yg membuat kami harus menguras tabungan, menjual barang, dan berhutang, asuransi ini menjadi jawaban doa dari Tuhan bagaimana kami akhirnya bisa membayar biaya persalinan Senna di tengah banyaknya pos pengeluaran yang harus kami tanggung, antara lain biaya kontrakan rumah dan sekolah Sigi. Memang benar, setiap anak akan punya berkatnya sendiri.

Yang keempat, saya menginginkan anak kedua berjenis kelamin perempuan jadi anak kami pas sepasang. Tuhan pun rupanya setuju. Sekarang sudah lengkap sepasang dan saya pikir sudah cukuplah dua saja. Angga pun berpikiran sama, walaupun mungkin alasannya karena kapok sakit bersalin. Hehe..

Kalau mau diceritakan kronologis proses persalinan Senna, Angga mulai merasakan kontraksi sejak hari Rabu tanggal 13 Juni 2017 sekitar pk 08.00. Jam 12 siang waktu saya masih di kantor, Angga telepon saya dan bilang kalau kontraksi sudah mulai sering dan sudah mulai keluar flek. Langsung saya ijin pulang dan kami semua buru-buru ke RS Hermina Kemayoran. Tiba di RS sekitar pk 15.30 dan langsung ditangani di ruang utk bersalin. Saya dan Sigi menunggu di luar. Karena Sigi tidak mungkin ikut menunggu kelahiran adiknya di rumah sakit, saya minta bala bantuan dari Papa dan Mama di Bandung. Dan saat itu juga mereka berangkat dari Bandung menuju Kelapa Gading. Angga meminta saya dan Sigi pulang dan menunggu kedatangan Papa Mama di rumah. Lalu saya dan Sigi pulang. Saya beres2 rumah, mempersiapkan barang2 utk dibawa ke RS dan menyiapkan makan malam utk kami. Papa Mama akhirnya sampai di Kelapa Gading sekitar pk 22.00. Sigi sudah tidur waktu itu dan sebelumnya saya sampaikan kalau nanti waktu Sigi bangun, Ayah dan Bunda sedang ada di Rumah Sakit dan Sigi nanti ditemenin sama Kakung Uti. Dia mengangguk setuju dan tidur dengan pulas.

Kemudian saya langsung menuju RS dan mendapati Angga masih bukaan 1. Saat itu sekitar pk 23.00. Perut Angga dipasangi alat pendeteksi detak jantung bayi. Angga terus mengalami kontraksi dan pada saat kontraksi itulah Angga merasakan sakit yg luar biasa. Tak terhitung berapa kali Angga berteriak kesakitan dan meneriakan "Tolong Tuhan Yesus" sepanjang malam itu. Padahal saya tahu bahwa Angga jauh lebih tahan dalam menghadapi rasa sakit daripada saya. Dalam hati saya khawatir dan terus berdoa jangan sampai terjadi apa2 dengan istri dan anak saya. Pikiran saya sudah mikir2 yg aneh2 aja. Sampai akhirnya pk 04.00 bukaan mulai bertambah. Dan ternyata bukaan berjalan begitu cepat. Ketika bukaan sudah cukup, dokter merobek ketuban dan meminta Angga untuk mengejan. Angga sudah berusaha ngeden dengan kuat tapi Senna belum keluar juga. Di saat itu, dokter sudah menyiapkan vacum andaikan Angga gak kuat ngeden dan bayi tidak bisa keluar lewat ngeden alami. Tapi bersyukur akhirnya kepala Senna keluar dan tidak berapa lama kemudian seluruh tubuhnya keluar sempurna. Senna kemudian langsung ditangani oleh dokter anak, tubuhnya dibersihkan dan diberikan imunisasi hepatitis. Dan Puji Tuhan, akhirnya pk 04.50, Senna lahir dengan selamat. Ini kali pertama saya melihat proses persalinan normal dari awal sampai akhir karena Sigi dulu lahir lewat operasi caesar. Setelah disuntik vaksin Hepatitis dan IMD sebentar, Senna kemudian dibersihkan dan Angga dipindahkan ke kamar rawat. Puji Tuhan Senna dan Angga dalam kondisi sehat. Senna langsung bisa menyusu dengan baik.

Mengapa kami memberikan nama Kynan Senna Widyanto kepada anak kedua kami? Tentunya tersemat doa dan harapan dalam nama tersebut.

Seperti halnya kami sematkan Krisna pada nama Sigi, Kynan merupakan gabungan dari kedua nama kami, Kristyanu dan Angga. Mengapa kami selalu menamai anak kami dengan gabungan nama kami? Karena mereka adalah buah cinta kami. Keberadaan mereka adalah karena Tuhan yang membuat kami berdua menjadi satu. Dan harapan kami adalah mereka selalu mengingat bahwa kami berdua sangat mengasihi mereka. Walau kami tidak bisa selamanya bersama mereka, biarlah setidaknya nama kami senantiasa melekat pada nama mereka. Jadi anakku, ingatlah bahwa Ayah dan Bunda sangat mencintaimu.

Senna, artinya adalah kilauan cahaya. Tentunya kami berharap Senna menjadi cahaya yang berkilau bagi kemuliaan nama Tuhan. Kami rindu Tuhan memakai Senna untuk menjadi berkat bagi bangsa dan dunia. Biarlah Tuhan yang memampukan kami menjadi orang tua yang sanggup mendidik dan membesarkan Senna agar cahayanya tidak redup namun berkilau terang dan menerangi dunia yang gelap.

Widyanto, tentu saja adalah nama belakang saya. Sebagai seorang Ayah, menjadi kebanggaan ketika tersemat nama belakangnya pada setiap nama anaknya. Dan menjadi tugas berat seorang ayah agar anaknya pun bangga ada nama Ayah pada namanya. Kiranya Tuhan yang menolong Ayah agar anak-anak bangga menyandang nama Ayah.

Kynan Senna Widyanto, anakku, jangan pernah lupakan perjuangan Bunda untukmu ya. Ayah menjadi saksi bahwa Bunda menjalani hal yang tidak mudah untuk melahirkanmu di dunia. Kasihilah Bunda sebagaimana Bunda mengasihimu dan taatilah senantiasa perintah Bunda karena apapun yang Bunda katakan, pastilah itu untuk kebaikanmu. Ayah pun tidak akan pernah bisa memberikan kasih yang lebih besar daripada yang telah diberikan oleh Bunda untukmu.

Kami sadar bahwa kami penuh kekurangan dan keterbatasan. Kami hanyalah orang tua yg tidak sempurna namun Tuhan dengan caraNya yang sempurna telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk mendidik anak-anakNya. Ayah dan Bunda hanyalah orang tuamu di dunia ini, tapi yang sesungguhnya memiliki keseluruhan hidupmu adalah Bapa di Sorga.

Ayah dan Bunda tidak tahu akan seperti apa hidupmu kelak. Sesulit apapun hidupmu kelak, ingatlah bahwa kamu memiliki Bapa di Sorga, Sang Penguasa Alam Semesta. Jangan pernah sekali-kali tinggalkan imanmu kepada Tuhan karena akan sia-sia saja doa dan harapan yang kami sematkan dalam namamu. Tiada lagi Senna, tak ada lagi kilauan cahaya, hanya ada kegelapan ketika kau tinggalkan Tuhan. Tak ada lagi artinya hidupmu di dunia ini anakku ketika kau hidup tanpa Tuhan.

Ingatlah Senna, Tuhan pasti punya rencana atas hidupmu. Tuhan sudah merancang hidupmu untuk mengerjakan sesuatu yg baik menurutNya. Terus gumulkan panggilan Tuhan untukmu dan teruslah setia mengerjakannya. Ingatlah, hanya sementara kita hidup di dunia. Oleh karena itu, hendaknya pikiranmu selalu tertuju pada apa yang kekal dan abadi.

Kecup dan peluk sayang selalu dari Ayah dan Bunda..

Selasa, 17 Oktober 2017

Bukan Kacamata Kuda

Pagi ini saya ke puskesmas untuk imunisasi Senna. Setelah sampai rumah, seperti biasa saya buka buku kesehatan Sigi dan Senna lalu saya bandingkan. Ternyata di usia 4 bulan, berat badan mereka berdua sama persis 6,3kg walaupun berat lahir Sigi jauh lebih kecil. Dari dulu saya selalu melihat Sigi itu bayi yang kecil, sedangkan Senna terlihat lebih besar di mata saya.
Empat tahun yang lalu, saya seringkali mengukur seberapa gemuk Sigi dengan cara melingkarkan jari2 saya pada betisnya, dan selalu saja saya merasa dia itu kurus. Padahal setiap kali saya cek di grafik berat badan anak menurut WHO, dia selalu berada di rentang normal, alias garis hijau. Dia berhasil mengejar ketinggalan berat badan walaupun dilahirkan dg ukuran sangat kecil. Selama 4 bulan BB nya naik 4,4kg dari 1,9kg menjadi 6,3kg, setiap bulan naik sekilo lebih. Tapi masih saja saya kurang bersyukur.
Sekarang ini saya baru sadar mengapa Sigi terlihat selalu kurus di mata saya. Karena dia lahir sangat kecil. Itu mindset atau kacamata yang selalu saya pakai dalam memandang Sigi. Sigi = kecil
Satu hal lagi yang makin menebalkan kacamata saya adalah hobi saya membanding-bandingkan Sigi dengan anak-anak lain. Hal-hal inilah yang seringkali membutakan mata saya untuk melihat setiap detil kebaikan Tuhan dalam diri Sigi. Dengan kondisi lahir prematur dan sangat kecil, Sigi sehat tanpa perlu inkubator ataupun perawatan khusus di NICU. Walaupun beberapa kali sakit, Sigi terus berjuang untuk sehat kembali, dan terus bertumbuh semakin kuat sampai hari ini. Perkembangan kemampuan dasar seperti motorik kasar dan halus, kemandirian, komunikasi dan sosialisasi semua berkembang normal sesuai usianya. Tidak ada yg delay... Semua itu adalah bukti pemeliharaan Tuhan bagi Sigi.
Kesalahan saya dalam membanding-bandingkan ini bukan hanya berhenti sampai hal lahiriah atau fisik saja, bahkan sekarang ini saya sedang getol-getolnya membandingkan karakter Sigi dengan anak-anak lain, yang tentu saja ujungnya selalu pada perasaan kurang bersyukur atau malah perasaan sombong dan membanggakan anak (atau diri sendiri sebagai orang tuanya) secara berlebihan. Misalnya saya dan mamanya si C ngobrol soal anak kami, lalu dia cerita kalau si C makin mandiri sejak punya adik, berangkat SK sendiri tidak menangis, banyak membantu pekerjaan di rumah dan bahkan bisa menjaga adiknya dengan baik. Setelah percakapan itu, begitu bertemu Sigi saya langsung menjadi sangat "demanding", menuntut dia secara berlebihan, mengharuskan dia untuk lebih mandiri, lebih taat, dan lebih lebih yang lain, yang menurut saya seharusnya dia bisa lakukan karena anak lainpun bisa. Pastilah sikap berlebihan saya ini terasa sangat menyebalkan bagi Sigi. Bundanya tiba-tiba jadi terlalu banyak menuntut dan kurang mensyukuri keberadaan dirinya apa adanya. Gagal melihat setiap progress dan hal-hal baik yang telah dia lakukan.
Hari ini Tuhan tegor saya bahwa setiap orang itu unik, diciptakan Tuhan dengan begitu mulia dan berharga di mataNya. Saya harus meminta hikmat dan kerendahan hati dari Tuhan agar mampu memandang dwngan kacamata Allah. Melihat setiap anak sebagai pribadi yang unik, tidak bisa dibanding-bandingkan satu sama lain, semuanya berharga di mata Allah. Dan mereka semua sedang BERTUMBUH, BERPROSES, BELAJAR.  Artinya saya harus siap menerima adanya kesalahan, ketidaksempurnaan dan kegagalan mereka. Namanya juga belajar, pasti ada saja kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, trial and error. Kita harus berguru kepada Bapa Sorgawi yang sangat murah hati dalam memberikan pengampunan dan kesempatan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya sampai anak-anak menjadi dewasa, bukan hanya usianya, tetapi juga dewasa iman dan pemikirannya.

"Untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda." (Amsal 1:4)

Kiranya hikmat Tuhan terus memberikan kecerdasan untuk Sigi bertumbuh semakin dewasa di dalam Tuhan, dan hikmat Tuhan juga yang menolong saya untuk menuntun Sigi berjalan di jalan Tuhan.

Sabtu, 09 September 2017

Aku siap pulang

Seperti saya yang sangat senang melihat anak-anak tertidur pulas siang ini, ternyata Tuhanpun senang melihat saya puas tidur nyenyak. Ternyata tidak melulu hal-hal rohani yang dapat membuat Tuhan senang, perkara-perkara kecil yang kita kerjakan dengan ketulusan dan senang hatipun dapat membuat Tuhan tersenyum kepada kita.
Melihat anak-anak terlelap di siang bolong begini, tiba-tiba hati saya berbisik, "mimpi apa saya bisa berada di tempat ini di waktu ini melihat wajah-wajah mungil terlelap. Sungguh anugerah Tuhan semata."
Sepertinya dahulu waktu muda, jalan hidup yang saya rancang tidaklah seperti ini. Saya pribadi yang cukup ambisius dan selalu bermimpi menjadi wanita karir yang sukses dan mengejar study lanjut S2 dan S3 ke Luar Negeri. Tetapi ternyata saya sekarang berada pada momen yang jauh lebih indah dari semua mimpi itu.

2 minggu yang lalu ketika anak-anak sakit, Tuhan benar-benar membentuk kembali hati saya. Tuhan pimpin saya untuk kembali bersaat teduh menggunakan buku the purpose driven life, dan Tuhan teguhkan sehari demi sehari bahwa saya bukan hidup untuk saat ini di dunia ini saja, tetapi Tuhan menciptakan saya untuk tujuan kekal. Saya harus memiliki perspektif kekekalan.

Selama ini saya begitu siap, yakin, berani dan mantap bila Tuhan panggil saya pulang saat ini juga, saya pasti senang sekali. Saya bisa segera bertemu dengan Juru Selamat saya. Tetapi saya sering bilang sama Tuhan, kalau saya tidak tahu bagaimana harus hidup bila Tuhan panggil lebih dulu suami dan anak-anak saya, orang-orang yang paling saya cintai.
Tuhan ingatkan, bahwa bila Tuhan panggil mereka lebih dulupun seharusnya saya tidak kehilangan sukacita karena merekapun pulang untuk bertemu Bapa Sorgawi. Meskipun ada rasa sedih karena rindu dan kehilangan, seharusnya tidak membuat saya lupa bahwa kepergian merekapun adalah hal yg baik bagi mereka.

Pemahaman ini juga membuat saya mengubah cara pandang tentang hidup kami. Selama ini saya selalu merasa bahwa jalan hidup anak-anak masih sangat panjang, mereka harus sehat, harus pintar agar menjadi orang yang berguna saat dewasa kelak. Karena itu saya sangat down dan terpukul ketika Sigi sakit tipes dan DBD sekaligus. Membaca artikel disana sini bahwa kalau nanti kena DBD untuk ke2 kalinya akan bisa sangat parah, begitu juga dengan tipes yang pemulihannya cukup lama dan bisa kambuh-kambuh. Rasanya sulit sekali bisa menerima hal ini. Dan kepikiran, bagaimana kalau Sigi sakit-sakit lagi, bagaimana kalau tidak bisa bertahan hidup, dan ketakutan-ketakutan yang macam-macam.
Tuhan tegor saya bahwa pandangan bahwa anak-anak pasti akan hidup lebih lama dari saya itu keliru. Siapa yg tahu umur manusia? Nafas kita, Tuhan pemiliknya, Dia bisa ambil kapanpun Dia mau. Siap atau tidak siap kita, tidak akan mempengaruhi kedaulatan-Nya.

Akhirnya hal ini memaksa saya untuk semakin rajin, siap sedia menyingsingkan lengan baju untuk semakin tekun memenuhi telinga, hati dan pikiran saya dan anak-anak tentang Kristus Sang Juru Selamat. Tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anakpun adalah manusia berdosa, terlahir dalam tubuh dosa, mewarisi dosa dan hidup dalam dunia yg telah jatuh dalam dosa. Mereka sangat membutuhkan Juru Selamat untuk mengampuni dan menyelamatkan mereka.
Saya tidak tahu kapan waktunya Tuhan akan panggil Sigi dan Senna untuk pulang ke rumahNya. Karena itu, menjadi sesuatu yg sangat penting dan mendesak bagi saya untuk terus menerus menanamkan benih firman Tuhan, mendoakan serta berusaha memastikan hati mereka merespon dan menerima Yesus, percaya Yesus adalah Tuhan dalam hidup mereka dan akhirnya bisa menikmati hubungan pribadi bersama Yesus.

Waktu yang kita punya, mungkin tidak sebanyak yang kita kira. Jadi semakin giatlah membawa anak-anak kepada Tuhan.

Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.
Filipi 1:20-22