Sabtu, 09 September 2017

Aku siap pulang

Seperti saya yang sangat senang melihat anak-anak tertidur pulas siang ini, ternyata Tuhanpun senang melihat saya puas tidur nyenyak. Ternyata tidak melulu hal-hal rohani yang dapat membuat Tuhan senang, perkara-perkara kecil yang kita kerjakan dengan ketulusan dan senang hatipun dapat membuat Tuhan tersenyum kepada kita.
Melihat anak-anak terlelap di siang bolong begini, tiba-tiba hati saya berbisik, "mimpi apa saya bisa berada di tempat ini di waktu ini melihat wajah-wajah mungil terlelap. Sungguh anugerah Tuhan semata."
Sepertinya dahulu waktu muda, jalan hidup yang saya rancang tidaklah seperti ini. Saya pribadi yang cukup ambisius dan selalu bermimpi menjadi wanita karir yang sukses dan mengejar study lanjut S2 dan S3 ke Luar Negeri. Tetapi ternyata saya sekarang berada pada momen yang jauh lebih indah dari semua mimpi itu.

2 minggu yang lalu ketika anak-anak sakit, Tuhan benar-benar membentuk kembali hati saya. Tuhan pimpin saya untuk kembali bersaat teduh menggunakan buku the purpose driven life, dan Tuhan teguhkan sehari demi sehari bahwa saya bukan hidup untuk saat ini di dunia ini saja, tetapi Tuhan menciptakan saya untuk tujuan kekal. Saya harus memiliki perspektif kekekalan.

Selama ini saya begitu siap, yakin, berani dan mantap bila Tuhan panggil saya pulang saat ini juga, saya pasti senang sekali. Saya bisa segera bertemu dengan Juru Selamat saya. Tetapi saya sering bilang sama Tuhan, kalau saya tidak tahu bagaimana harus hidup bila Tuhan panggil lebih dulu suami dan anak-anak saya, orang-orang yang paling saya cintai.
Tuhan ingatkan, bahwa bila Tuhan panggil mereka lebih dulupun seharusnya saya tidak kehilangan sukacita karena merekapun pulang untuk bertemu Bapa Sorgawi. Meskipun ada rasa sedih karena rindu dan kehilangan, seharusnya tidak membuat saya lupa bahwa kepergian merekapun adalah hal yg baik bagi mereka.

Pemahaman ini juga membuat saya mengubah cara pandang tentang hidup kami. Selama ini saya selalu merasa bahwa jalan hidup anak-anak masih sangat panjang, mereka harus sehat, harus pintar agar menjadi orang yang berguna saat dewasa kelak. Karena itu saya sangat down dan terpukul ketika Sigi sakit tipes dan DBD sekaligus. Membaca artikel disana sini bahwa kalau nanti kena DBD untuk ke2 kalinya akan bisa sangat parah, begitu juga dengan tipes yang pemulihannya cukup lama dan bisa kambuh-kambuh. Rasanya sulit sekali bisa menerima hal ini. Dan kepikiran, bagaimana kalau Sigi sakit-sakit lagi, bagaimana kalau tidak bisa bertahan hidup, dan ketakutan-ketakutan yang macam-macam.
Tuhan tegor saya bahwa pandangan bahwa anak-anak pasti akan hidup lebih lama dari saya itu keliru. Siapa yg tahu umur manusia? Nafas kita, Tuhan pemiliknya, Dia bisa ambil kapanpun Dia mau. Siap atau tidak siap kita, tidak akan mempengaruhi kedaulatan-Nya.

Akhirnya hal ini memaksa saya untuk semakin rajin, siap sedia menyingsingkan lengan baju untuk semakin tekun memenuhi telinga, hati dan pikiran saya dan anak-anak tentang Kristus Sang Juru Selamat. Tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anakpun adalah manusia berdosa, terlahir dalam tubuh dosa, mewarisi dosa dan hidup dalam dunia yg telah jatuh dalam dosa. Mereka sangat membutuhkan Juru Selamat untuk mengampuni dan menyelamatkan mereka.
Saya tidak tahu kapan waktunya Tuhan akan panggil Sigi dan Senna untuk pulang ke rumahNya. Karena itu, menjadi sesuatu yg sangat penting dan mendesak bagi saya untuk terus menerus menanamkan benih firman Tuhan, mendoakan serta berusaha memastikan hati mereka merespon dan menerima Yesus, percaya Yesus adalah Tuhan dalam hidup mereka dan akhirnya bisa menikmati hubungan pribadi bersama Yesus.

Waktu yang kita punya, mungkin tidak sebanyak yang kita kira. Jadi semakin giatlah membawa anak-anak kepada Tuhan.

Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.
Filipi 1:20-22