Jumat, 08 Agustus 2014

Time Flies



Time flies, so fast.
Cepet banget Sigi udah mau 11 bulan, bentar lagi setahun trus meninggalkan masa baby nya menjadi toddler. OMG, cepet buanget. Rasanya baru kemarin saya mendengar tangisan pertamanya di ruang operasi yang super dingin itu, lalu merasakan bibir mungilnya menempel di nipple saya. 3 hari pertama menjadi ibu dipapah suami saya 2 jam sekali bolak-balik ke ruang bayi untuk menyusui Sigi. Nangis berderai-derai air mata meninggalkan Sigi phototeraphy di RS karena kuning. Bejibaku memompa ASI untuk memastikan dia mendapatkan cukup makanan.

Rasanya baru kemarin sayang, kamu dipeluk & ditimang bunda. Diajari bunda makan, lalu muntah. Baru kemarin kamu main gitar sama ayah, becanda main cilukba sama bunda digendongan ayah. Kok cepet banget ya rasanya waktu berlalu. Berntar lagi kamu bisa berjalan bahkan berlari. Tidak pernah sia-sia keputusan kami untuk menjadikan kamu seorang anak yang diasuh seorang ibu penuh waktu. Sungguh sangatlah berharga dan tak tergantikan. Waktu (kronos) tidak akan pernah bisa diputar kembali, itu adalah anugerah yang gak boleh dilewatkan dengan percuma.

Sigi First Time to Bandung


Libur lebaran Sigi main ke Bandung selama seminggu. Kami berangkat jam 5 pagi, sampai di rumah kakung jam 10. Di tengah jalan sempet istirahat di rest area, Sigi maem bubur promina tapi gak doyan, akhirnya muntah deh. Emang dari dulu gak pernah doyan bubur instan, cuma mau makan bubur buatan bunda. Puji Tuhan perjalanan lancar walaupun ada beberapa titik macet, maklumlah dua hari lagi kan lebaran. Ini adalah kali pertama Sigi ikut perjalanan agak jauh, sekalian percobaan sebelum pulang kampung ke Rembang bulan September nanti. Selama ini paling mainnya ke sekitaran Jabotabek. Kami sangat bersyukur Sigi gak rewel sepanjang perjalanan dan pastinya sehat.

Seperti biasa, pertama ketemu kakung uti pasti nangis, kaget kali ya udah 2 bulan gak ketemu. Setelah digoda2in selama beberapa jam baru deh mau main bareng. Kalau ibarat mesin, Sigi adalah diesel yang panasnya lama, tapi begitu panas tenaganya gak ada habisnya hehehe... Selama di Bandung Sigi tiap hari jalan ke rumah eyang2nya, ada eyang Suti dan Jajang, eyang Bangun dan Nanik, trus ke eyang Totok dan Yeni. Sigi juga main ke Borma dua kali, duduk di atas trolli trus teriak2 liat permainan anak2 yang suaranya kenceng dan warna-warni. 

Sigi tiap hari dikasih ati sama uti, katanya biar cepet besar hehehe... Maemnya udah bubur nasi kasar, tapi kadang susah nelen kalau ada buncis yang kurang halus marutnya. Di Bandung makin ceriwis dan gerak mulu gak bisa diem. Belajar jalannya udah bisa timik-timik sama tante Arin. Pas dimandiin di kamar mandi nangis gegara sempet kepleset, setelah itu mandinya di kamar terus, padaha kalau di rumah udah pinter mandi di kamar mandi sambil berdiri. Oia pas di Borma Sigi dibeliin baby closet buat belajar potty toilet training, tapi selama di Bandung gak mau pup pakai baby closet, pasti nangis. Cuma berhasil sekali dia pup disitu.

Pulangnya lancar banget, perjalanan cuma 2,5 jam ditambah setengah jam istirahat di rest area Sigi, ayah dan bunda makan siang bekel dari uti. Padahal berangkatnya kena macet arus mudik jadi di jalan 4,5 jam plus istirahat setengah jam. Puji Tuhan sampai rumah semua sehat dan happy.

The Hardest Time - Sigi Anemia


5 April 2014 saat Sigi berusia 6,5 bulan kami membawanya ke RS untuk imunisasi Hepatitis B yang ketiga. Tidak biasanya bu dokter berulang kali memeriksa matanya, telapak tangan dan kakinya, lalu dibandingkan dengan telapak tangan beliau. Selesai memeriksa Sigi, bu dokter menatap saya sambil mengatakan "Sigi agak pucat bu, bulan kemarin memang sudah terlihat agak pucat tapi saya agak samar karena dia kulitnya putih. Hari ini terlihat semakin pucat, apakah ibu ada riwayat anemia?". Saya jawab iya, bahkan saat hamil Hb saya hanya 9 sehingga harus diinfus ferritin. Lalu beliau menyarankan kami untuk melakukan tes darah pada Sigi karena suspect anemia defisiensi Fe. Saat itu kami tidak langsung melakukan tes darah karena tidak tega melihat Sigi menangis lagi (kan barusan disuntik imunisasi masak mau disuntik lagi, kasian amat). Kami rencanakan 2 atau 3 hari lagi baru cek darah.

Belum sempat cek darah, Sigi malah terserang batuk pilek, ketularan sama Awahita, anak di gereja yang waktu babtis duduk di sebelah Sigi. Dua hari batuknya malah jadi semakin parah dan sering muntah. Tiap malam rewel karena batuknya, dia jadi tidak bisa tidur. Akhirnya 10 April kami bawa lagi Sigi ke dr. Intan. Saya minta agar Sigi tidak usah diberi obat dan beliau setuju, cukup diberi balsam bayi dan usahakan makan dan menyusu yang banyak. Lagi-lagi dokter mengatakan Sigi sangat pucat dan menyarankan untuk cek darah segera setelah Sigi sehat. Beberapa hari kemudian batuknya berkurang, belum benar-benar sembuh, tapi saya perhatikan Sigi makin pucat dan lemas. Lalu saya sms dr. Intan melaporkan kondisi Sigi dan beliau meminta kami segera melakukan cek darah walaupun Sigi belum sembuh. Malam itu juga kami antar Sigi untuk cek darah, tapi hasilnya baru sempat ayahnya ambil dua hari kemudian. Kami sungguh terkejut, hemoglobin Sigi hanya 6,5 padahal normalnya 12-14 dan cadangan besi atau ferritin hanya 1,08 harusnya minimal 20 untuk bayi. Saya langsung sms dokter hasil labnya dan beliau meminta kami langsung ke RS untuk dilakukan transfusi darah pada Sigi. Hati saya sedih sekali membaca sms bu dokter, beliau bilang Hb serendah itu bisa berbahaya karena memacu jantungnya bekerja terlalu keras sebab darahnya tidak cukup mengangkut oksigen dan zat-zat gizi juga tidak mampu didistribusikan dengan baik ke seluruh tubuh makanya hal itu menyebabkan Sigi pucat dan lemas. Kalau lebih lama lagi dia bisa sesak nafas, dan itu sangat berbahaya. Siang itu sekitar jam 2 hari Minggu 18 April tepat saat Sigi berusia 7 bulan, kami segera bergegas ke UGD RS Mitra Keluarga Depok. Setelah diperiksa dan cek darah sekali lagi, dipastikan Sigi harus transfusi karena makanan dan suplemen saja tidak mencukupi untuk menaikkan Hbnya. Sayangnya kami kehabisan kamar untuk anak-anak. Rupanya hari itu banyak sekali anak-anak yang sakit.

Akhirnya kami ke RS Hermina, sebelumnya telah kami telpon di sana masih ada kamar kosong untuk anak-anak. Sampai di Hermina sudah jam 9 karena kelamaan di RSMKD menunggu hasil tes darah yang bermacam-macam jenisnya itu. Saya segera menemui resepsionis di Hermina memberikan surat pengantar dari dokter RSMKD dan menyampaikan maksud kami untuk melakukan transfusi malam itu juga. Permohonan kami tidak bisa dikabulkan karena RS tersebut tidak mempunyai bank darah sehingga harus menelpon PMI dulu dan melakukan serangkaian tes lagi. Artinya kami harus menunggu sampai besok atau lusa baru bisa melakukan transfusi. SAYA TIDAK MAU!!! Saya kekeuh Sigi harus ditransfusi malam itu juga. Akhirnya suami mencari RS di Depok yang mempunyai bank darah dan ada kamar kisong untuk anak-anak. Dapatlah kami RS Sentra Medika Cisalak. Kami memacu kendaraan kami agar seketika sampai di RS tersebut. Kami langsung menuju UGD dan meminta Sigi segera ditangani. Pukul 12 malam itu Sigi sudah bisa masuk kamar dan sudah dibuat infus untuk jalan darahnya. Semua proses lancar dan jam 2 dini hari Sigi menerima transfusi. Awalnya dokter merencanakan transfusi 2 x 75cc, setiap kalinya memakan waktu 24 jam termasuk proses pembilasan dan istirahat. Puji Tuhan semua berjalan lancar dan Sigi cukup menerima 1 x 75cc saja karena malam kedua di RS saat dicek Hb nya sudah 10,2 (respon tubuhnya baik) dan menurut dokter Sigi bisa pulang.

Saat kunjungan dokter terakhir sebelum pulang, hati saya bagai dihantam sebongkah besar es batu, sedih sekali. Dokter memberikan rujukan Sigi ke spesialis hematologi anak RSCM karena dikhawatirkan ada kelainan darah yang berbahaya seperti leukimia, alasannya karena tidak wajar bagi bayi seusia Sigi Hbnya bisa serendah itu. Saya tidak sanggup menahan tangis, dan air mata terus mengalir sampai di rumah. Pikiran saya tidak bisa ditahan untuk tidak memikirkan hal terburuk pada Sigi. Saya seperti seorang ibu yang mau kehilangan bayinya sehingga setiap hari saya banyak mengambil photo dan video Sigi, saya pikir biar banyak nanti kenangan dia.

24 April 2014 kami membawa Sigi kembali ke dr. Intan untuk konsultasi post transfusi sambil menceritakan tentang rujukan dari dokter di RS Sentra Medika. Menurut beliau kondisi Sigi sudah baik, tidak perlu mengkhawatirkan soal kelainan darah karena beliau sangat yakin Sigi anemianya karena kekurangan zat besi bukan hal yang lain. Kenapa sampai sedemikian rendah karena penyebabnya sudah kompleks, dari hamil saya sudah def Fe lalu Sigi lahir prematur dengan berat badan rendah sehingga tidak mampu menyimpan cadangan zat besi. Lalu saat menyusuipun saya kembali mengalami anemia sehingga otomatis kandungan besi dalam ASI saya juga sangat kurang. Penjelasan dokter Intan benar-benar melegakan. Fiuh, saya bisa menghela nafas panjang, ayem rasanya hati ini. Dokter Intan sih tetap mempersilakan kalau kami mau mengikuti rujukan dokter untuk membawa Sigi ke spesialis hematologi anak agar lebih plong dan jelas hasilnya. Kami masih mencari waktu yang pas sembari terus mengontrol Hb dan Ferritin Sigi tiap bulan. Puji Tuhan saat masuk usia 9 bulan Hb Sigi sudah normal 12, Ferritinnya 14 sehingga masih harus terus minum suplemen zat besi setiap hari.

Anemia ini berdampak buruk bagi perkembangan Sigi. Selama dua bulan dia anemia, berat badannya tidak mengalami kenaikan, daya tahan tubuhnya melemah sehingga mudah sakit, perkembangan motorik kasarnya juga sedikit terlambat dibanding bayi lain seusianya. Akibat daya tahan tubuh yang lemah, Sigi jadi mudah terserang penyakit. Setelah batuk pilek sembuh, beberapa waktu kemudian Sigi terkena campak jerman. Lalu sering banget diare dari usia tujuh bulan itu sampai usia 9 bulan. Setiap malam rewel, tadinya karena gatal akibat virus campak. Setelah sembuh masih terus rewel karena mules diarenya itu. Selama dua bulan lebih tiap malam selalu rewel sehingga kami menidurkannya di atas stroller sambil digoyang-goyang, karena kalau udah rewel gitu susah banget, digendong gak mau, ditaruh makin nangis, serba salah pokoknya. Cara paling ampuh ya tidur digoyang-goyang d atas stroller.

Ternyata banyak hal yang saya tidak tahu tentang perawatan bayi prematur dan berat badan rendah. Selain rentan terkena anemia defisiensi Fe, bayi tersebut kadang juga kekurangan enzim pencernaan (seperti yang dialami Sigi) sehingga mudah kembung dan diare. Ketetapan hati saya benar-benar diuji oleh Tuhan. Sempat ada waktu di mana saya benar-benar frustasi, sampai berpikir bahwa Sigi lebih sehat saat dirawat nenek kakeknya jadi lebih baik saya bekerja lagi. Ada waktu juga di mana saya benar-benar tidak mengerti maunya Tuhan, Dia seperti sedang membawa saya berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun. Saya takut sekali menjadi seperti sebagian besar bangsa Israel yang suka bersungut-sungut. Murmuring, kalau tidak salah itu bahasa aslinya bersungut-sungut. Ucapan bibir yang sangat mengesalkan bila terdengar di telinga Tuhan, tidak tahu berterima kasih, hanya terus-terusan menuntut dan mengeluh. Sehingga Tuhan menolak dan membinasakan mereka.

Dari Sigi berusia 5 bulan sampai 9 bulan itulah masa terberat saya menjalani peranan baru sebagai istri dan ibu penuh waktu. Saya sangat sering gagal menunjukkan respon yang baik atas pergumulan yang Tuhan izinkan terjadi selama 4 bulan itu. Saya sering marah, mengeluh dan bersungut-sungut. Seringkali rasa khawatir yang berlebihan menutup mata saya untuk melihat kasih, kuasa dan pemeliharaan Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya. Saya sedang dibentuk oleh Tuhan. Saya memang berulangkali gagal tapi Dia tak pernah gagal karena Dia Allah.

Mazmur 77 cukup mewakili perasaan saya di masa kelam itu. Saya seperti tidak mampu merasakan kehadiran Allah saat kesedihan dan kekuatiran melanda. Aku mau berseru-seru dengan nyaring kepada Allah, dengan nyaring kepada Allah supaya Dia mendengarkan aku. Pada hari kesusahanku aku mencari Tuhan; malam-malam tanganku terulur dan tidak menjadi lesu, jiwaku enggan dihiburkan. Apabila aku mengingat Allah, maka aku mengerang, apabila aku merenung, makin lemah lesulah semangatku. Engkau membuat mataku tetap terbuka; aku gelisah sehingga tidak dapat berkata-kata. Maka kataku: "inilah yang menikam hatiku, bahwa tangan kanan Yang Mahatinggi berubah." Ayat 2-11 itulah yang terjadi pada saya tiap kali Sigi sakit dan berbagai pergumulan datang. Lalu ayat 12-16 mengajak hati saya untuk mengingat kembali perbuatan Allah di masa lampau, berkat dan kebaikan-Nya yang telah saya nikmati. Saya bisa hamil lagi setelah keguguran, Sigi lahir sehat dengan anggota tubuh yang sempurna walaupun prematur, pemeliharaan Tuhan yang luar biasa melimpah sehingga kami dapat hidup cukup walaupun saya telah berhenti bekerja, dan masih sangat banyak pekerjaan dan kebaikan-Nya dalam hidup saya. Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaibanMu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaanMu, dan merenungkan perbuatan-perbuatanMu. Ya Allah, jalanMu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami? Lalu ayat 17-20 membuat jiwa saya takjub sekaligus tenang karena menyaksikan kebesaran dan kemuliaan Tuhan. Air telah melihat Engkau ya Allah, air telah melihat Engkau lalu menjadi gentar, bahkan samudera raya gemetar. Awan-awan mencurahkan air, awan gemawan bergemuruh, bahkan anak-anak panahMu beterbangan. Deru gunturMu menggelinding, kilat-kilat menerangi dunia, bumi gemetar dan bergoncang. Melalui laut jalanMu dan lorongMu melalui muka air yang luas, tetapi jejakMu tidak kelihatan. Ditutup dengan ayat 21 pengakuan yang menentramkan jiwa. Engkau telah menuntun umatMu seperti kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun. Ya, Engkaupun telah menuntun saya Bapa, dan akan terus setia menuntun saya melewati lembah terjal dan padang gurun, mengantarkan kami sekeluarga ke air yang tenang dan padang yang berumput hijau.